Online

Ya, , , , , , ,kami merupakan blog online, kami juga bergerak di bidang berita dan toko online, , , , , silakan kunjungi IKLAN KAMI, terima kasih

Kerja sama Tim

Kerja sama tim merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan ini. Kami juga sering mengalami perbedaan pendapat dalam mengatur blog ini, tapi selalu ada jalan keluar yang kami temukan. Itu semua untuk memperbaiki kekurangan Blog kami.

Batu Permata

Ibarat Batu Pertama, kami ingin blog kami indah dan d gemari oleh semua kalangan.

Sexy Porn

Tak dapat dipungkiri, kami juga manusia biasa yag masih mempunyai nafsu. Tak jarang kami juga memposting hal-hal yang berbau S*x ataupun po*no

Kamis, 01 November 2012

Phoenix Bird

Phoenix adalah burung api mitologi dari Mesir kuno dimana digambarkan sebagai burung yang mati oleh api dan dilahirkan kembali dari api. Biasanya digambarkan mempunyai bulu emas dan merah. 

Pada akhir kehidupannya, Phoenix diceritakan membangun sarang dari ranting kayu manis dimana kemudian terbakar. Burung musnah oleh api tapi kemudian Phoenix baru yang masih muda muncul dari api yang sama. Diyakini masa hidup Phoenix adalah 500-1461 tahun. Airmata Phoenix diyakini bisa menyembuhkan luka.

Phoenix merupakan simbol dari keabadian, lambang dari siklus kehidupan setelah mati, dan simbol dari kebangkitan tubuh setelah mati.

Phoenix menjadi simbol suci pemujaan terhadap Dewa matahari diHeliopolis, Mesir. Burung Phoenix simbol dari "Dewa Matahari - Ra".


Jumat, 23 Maret 2012

Vibration Meter

Masih berhubungan dengan salah satu seri Smart Tools. Vibration Meter merupakan aplikasi gqatis untuk mengukur tingkat getaran. Tingkat getaran tersebut mulai dari getaran bumi hingga getaran tubuh.

Jadi, aplikasi ini dapat dijadikan bahan referenri untuk mengukur kekuatan getaran bila terjadi gempa bumi dengan tampilan kayaknya detektor seismograf. Bahkan aplikasi ini melakukan pengukuran menggunakan perhitungan nilai Modified Mercalli Intensity (MMI).

Developer : Bii, Inc.
Updated : December 19, 2011
Version : 1.2.9
Platform : Android 1.5 and up
Category : Tools
Size : 669k
Price : Free
Download : https://play.google.com/store/apps

Disalin dari tabloid PULSA (www.tabloidpulsa.co.id) Edisi 230 Th IX / 2012 / Halaman 6.

Smart Tools

Inikah aplikari untuk beragam keperluan pengukuran. Anda dapat mengukur panjang, sudut, jarak, berat, arah, suara dan lainnya. Smart Tools merupakan aplikasi yang merupakan koleksi dari 1-4 seri. Termasuk didalamnya 4 versi Pro yang berisikan 14 tools. Dengan kata lain semua pengukuran dalam satu aplikasi.

Seri pertama daqi aplikasi ini disebut Smart Ruler Pro yang berisikan pengukuran untuk panjang, sudut, kemiringan dan tingkatan. Smart Measure Pro berisikan pengukuran untuk jarak, ketinggian, lebar dan area. Smart Compass Pro berisikan pengukuran untuk kompas, pendeteksi logam dan GPS. Sedangkan Sound Meter Pro beririkan pengukuran level suara dan vibrometer.

Developer : Smart Tools co
Updated : March 7, 2012
Version : 1.3.10a
Platform : Android 2.1 and up
Category : Tools
Size : 3,3 M
Price : $2.40
Download : https://play.google.com/store/apps

Disalin sepenuhnya dari Tabloid PULSA Dwi Mingguan Ediri 230 Th IX / 2012 / 21 Maret - 3 April / Halaman 6

Facebook, Terintegrasi Dengan iOS 5.1 ?

Jejaring sosial menjadi penting untuk beberapa pengguna ponsel pintar pada umumnya. Dan sebagian besar dari perangkat ponsel saat ini sudah mendukung adanya layanan tersebut. Termasuk mendapatkannya secara kangsung pada saat menggunakan pertama kali. Seperti hal ini jtha akan digunakan oleh Apple pada update sistem terbarunya yakni iOS 5.1

Berita mengenai ada integrasi Facebook sistem milik Apple muncul pertama kali pada bulan Januari lalu. Rumor tersebut hadir di situs iMore menemukan space kotak Id Faceboo di menu kotak iOS 5.1 beta 3. Malahan sekarang telah ditemukan beberapa bukti lagi yang seharusnya bisa dikonfirmasikan ke pihak Apple.

Tidak hanya berupa berita saja, namun adanya bukti gambar yang memperlihatkan adanya aplikasi Facebook yang terintegrasi di perangkat iOs 5.1 ditunjukanokeh anggota Techie Buzz. Mereka memperlihatkan tampilan update status yang sepertinya di download dari aplikasi Facebook untuk iOs.

Tentu untuk laporan resminya kita harus menunggu kabar langsung dari Apple. Namun sepertinya memang kemungkinan besar adanya kerjasama antara Facebook dan Apple, yang sudah pasti menjadi kabbr baik bagi pengguna Facebook dan Apple tentunya.

Disalin tanpa perubahan dari majalah PULSA Edisi 230 Th IX / 2012 / 21 Maret - 3 April / Halaman 2 (www.tabloidpulsa.co.id)

Dia dan Bahagia

Izinkan diriku meluahkan rasa

Maafkanlah aku andai kau terasa

Biar kupaparkan apa yang terjadi
Moga engkau tak ulangi



Sungguh tak kusangka kau berpaling tadah

Setelah lamanya menjalinkan cinta

Dalam diam-diam kau sudah berpunya
Tanpa aku menyedari semuanya



Aku mendoakan agar kau bahagia

Bersama si dia insan yang kau suka

Percintaan kita tak sampai ke mana
Setakat di bibir saja sayang



Kau bina mahligai dari air mata

Yang jatuh berderai di wajah sepiku

Hancurnya hatiku bisa tak terkata
Terhumban rasa diriku



Oh aduhai ku masih ingati

Janji manis dan saat romantis

Kau pintaku supaya setia
Akhirnya kau yang berubah



Oh tuhanku tabahkan hatiku

Temukan ku dengan ketenangan
Jiwa ini dibelasah rindu tetapi apa dayaku



Kucuba pejam mata tapi tak terlena

Kerana ku masih teringat padamu

Begitu payahnya nak ku melupakan
Pernahkah engkau fikirkan oh sayang...




sumber www.facebook.com

Pengalaman pertama sex gadis SMP

Cerita yang kutulis ini adalah kisah nyata pengalamanku beberapa tahun yang lalu. Pengalaman sex pertama tak kuduga yang terjadi ketika aku masih gadis SMP, tepatnya ketika baru saja akan masuk kelas 2 SMP. Hubungan sex itu terjadi bersama teman papaku yang bernama Om Bayu. Karena hubungan yang sudah sangat dekat dengan Om Bayu,  ia sudah dianggap seperti saudara sendiri di rumahku. Om Bayu wajahnya sangat tampan, wajahnya tampak jauh lebih muda dari ayahku, karena memang usianya berbeda agak jauh, usia Om Bayu ketika itu sekitar 28 tahun. Selain tampan, Om Bayu memiliki tubuh yang tinggi tegap, dengan dada yang bidang.
Kejadian ini bermula ketika liburan semester, waktu itu kedua orang tuaku harus pergi ke Madiun karena ada perayaan pernikahan saudara. Karena kami dan Om Bayu cukup dekat, maka aku minta kepada orang tuaku untuk menginap saja di rumah Om Bayu yang tidak jauh dari rumahku selama 5 hari itu. Om Bayu  sudah menikah, tetapi belum punya anak. Istrinya adalah seorang karyawan perusahaan swasta, sedangkan Om Bayu tidak mempunyai pekerjaan tetap. Dia adalah seorang makelar mobil. Hari-hari pertama kulewati dengan ngobrol-ngobrol sambil bercanda-ria, setelah istri Om Bayu pergi ke kantor. Om Bayu  sendiri karena katanya tidak ada order untuk mencari mobil, jadi tetap di rumah sambil menunggu telepon kalau-kalau ada langganannya yang mau mencari mobil. Untuk melewatkan waktu, sering juga kami bermain bermacam permainan seperti halma, atau monopoli, karena memang Om Bayu orangnya sangat  pintar bergaul dengan siapa saja.
Ketika suatu hari, setelah makan siang, tiba-tiba Om Bayu berkata kepadaku, “Rin.. kita main dokter- dokteran yuk.., sekalian Rini, Om periksa beneran, mumpung gratis”.Memang kata ayah dahulu Om Bayu pernah kuliah di fakultas kedokteran, namun putus di tengah jalan karena menikah dan kesulitan biaya kuliah.“Ayoo..”, sambutku dengan polos tampa curiga.Kemudian Om Bayu mengajakku ke kamarnya, lalu mengambil sesuatu dari lemarinya, rupanya ia mengambil stetoskop, mungkin bekas yang dipakainya ketika kuliah dulu.“Nah Rin, kamu buka deh bajumu, terus tiduran di ranjang”.Mula-mula aku agak ragu-ragu. Tapi setelah melihat mukanya yang bersungguh-sungguh akhirnya aku menurutinya.“Baik Om”, kataku, lalu aku membuka kaosku, dan mulai hendak berbaring.Namun Om Bayu bilang, “Lho.. BH-nya sekalian dibuka dong.., biar Om gampang meriksanya”.Aku yang waktu itu masih polos, dengan lugunya aku membuka BH-ku, sehingga kini terlihatlah buah dadaku yang masih mengkal.“Wah.., kamu memang benar-benar cantik Rin..”, kata Om Bayu.Kulihat matanya tak berkedip memandang buah dadaku, dan aku hanya tertunduk malu.Setelah telentang di atas ranjang, dengan hanya memakai rok mini saja, Om Bayu mulai memeriksaku. Mula-mula di tempelkannya stetoskop itu di dadaku, rasanya dingin, lalu Om Bayu menyuruhku bernafas sampai beberapa kali, setelah itu Om Bayu mencopot stetoskopnya. Kemudian sambil tersenyum kepadaku, tangannya menyentuh lenganku, lalu mengusap-usapnya dengan lembut.“Waah.. kulit kamu halus ya, Rin.. Kamu pasti rajin merawatnya”, katanya. Aku diam saja, aku hanya merasakan sentuhan dan usapan lembut Om Bayu.Kemudian usapan itu bergerak naik ke pundakku. Setelah itu tangan Om Bayu merayap mengusap perutku. Aku hanya diam saja merasakan perutku diusap-usapnya, sentuhan Om Bayu benar-benar terasa lembut, dan lama- kelamaan terus terang aku mulai jadi agak terangsang oleh sentuhannya, sampai- sampai bulu  tanganku merinding dibuatnya. Lalu Om Bayu menaikkan usapannya ke pangkal bawah buah dadaku yang masih mengkal itu, mengusap mengitarinya, lalu mengusap buah dadaku. Ih.., baru kali ini aku merasakan yang seperti itu, rasanya halus, lembut, dan geli, bercampur menjadi satu. Namun tidak lama  kemudian, Om Bayu menghentikan usapannya. Dan aku kira.. yah, hanya sebatas ini perbuatannya. Tapi kemudian Tom Bayu bergerak ke arah kakiku.“Nah.., sekarang Om periksa bagian bawah yah..”, katanya. Setelah diusap-usap seperti tadi yang terus terang membuatku agak terangsang, aku hanya bisa mengangguk pelan saja. Saat itu aku masih mengenakan rok miniku, namun tiba-tiba Om Bayu menarik dan meloloskan celana dalamku. Tentu saja aku keget setengah mati.“Ih.., Om kok celana dalam Rini dibuka..?”, kataku dengan gugup.“Lho.., khan mau diperiksa.., pokoknya Rini tenang aja..”, katanya dengan suara lembut sambil tersenyum, namun tampaknya mata dan senyum Om Bayu penuh dengan maksud tersembunyi. Tetapi saat itu aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa.Setelah celana dalamku diloloskan oleh Om Bayu, dia duduk bersimpuh di hadapan kakiku. Matanya tak berkedip menatap vaginaku yang masih mungil, dengan bulu-bulunya yang masih sangat halus dan tipis. Lalu kedua kakiku dinaikkan ke pahanya, sehingga pahaku menumpang di atas pahanya. Lalu Om Bayu mulai mengelus-elus betisku, halus dan lembut sekali rasanya, lalu diteruskan dengan perlahan-lahan meraba- raba pahaku bagian atas, lalu ke paha bagian dalam. Hii.., aku jadi merinding rasanya.“Ooomm..”, suaraku lirih.“Tenang sayang.., pokoknya nanti kamu merasa nikmat..”, katanya sambil tersenyum.Om Bayu lalu mengelus- elus selangkanganku, perasaanku jadi makin tidak karuan rasanya.Kemudian, dengan jari telunjuknya yang besar, Om Bayu menggesekkannya ke bibir vaginaku dari bawah ke atas.“aahh.., Ooomm..”, jeritku lirih.“Ssstt.., hmm.., nikmat.., kan..?”, katanya.Mana mampu aku menjawab, malahan Om Bayu mulai meneruskan lagi menggesekkan jarinya berulang-ulang. Tentu saja ini membuatku makin tidak karuan, aku menggelinjang- gelinjang, menggeliat- geliat ke sana-ke mari.“Ssstthh.., aahh.., Ooomm.., aahh..”, eranganku terdengar lirih, dunia serasa berputar-putar, kesadaranku bagaikan terbang ke langit. Vaginaku rasanya sudah basah sekali karena aku memang benar-benar sangat terangsang sekali.Setelah Om Bayu merasa puas dengan permainan jarinya, dia menghentikan sejenak permainannya itu, tapi kemudian wajahnya mendekati wajahku, aku yang belum berpengalaman sama sekali, dengan pikiran yang antara sadar dan tidak sadar, hanya bisa melihatnya pasrah tanpa mengerti apa yang sebenarnya  sedang terjadi. Wajahnya semakin dekat, kemudian bibirnya mendekati bibirku, lalu ia mengecupku dengan lembut, rasanya geli, lembut, dan basah. Namun Om Bayu bukan hanya mengecup, ia lalu melumat habis bibirku sambil memainkan lidahnya, Hii.., rasanya jadi makin geli.., apalagi ketika lidah Om  Bayu memancing lidahku, sehingga aku tidak tahu kenapa, secara naluri jadi terpancing, sehingga lidahku dengan lidah Om Bayu saling bermain, membelit-belit, tentu saja aku jadi semakin nikmat kegelian.
Kemudian Om Bayu mengangkat wajahnya dan memundurkan badannya. Entah permainan apa lagi yang akan diperbuatnya pikirku, aku toh sudah pasrah. Dan eh.., gila.., tiba-tiba badannya dimundurkan ke bawah dan Om Bayu tengkurap di antara kedua kakiku yang otomatis terkangkang, kepalanya berada tepat di  atas kemaluanku dan Om Bayu dengan cepat menyeruakkan kepalanya ke selangkanganku, kedua pahaku dipegangnya dan diletakkan di atas pundaknya, sehingga kedua paha bagian dalamku seperti menjepit kepala Om Bayu. Aku sangat terkejut dan mencoba memberontak, akan tetapi kedua tangannya memegang pahaku  dengan kuat, lalu tanpa sungkan- sungkan lagi Om Bayu mulai menjilati bibir vaginaku.
“aa.., Ooomm..!”, aku menjerit, walaupun lidah Om Bayu terasa lembut, namun jilatannua itu terasa menyengat vaginaku dan menjalar ke seluruh tubuhku, namun Om Bayu yang telah berpengalaman itu, justru menjilati habis- habisan bibir vaginaku, lalu lidahnya masuk ke dalam vaginaku, dan menari-nari di  dalam vaginaku. Lidah Om Bayu mengait-ngait ke sana-ke mari menjilat- jilat seluruh dinding vaginaku. Tentu saja aku makin menjadi-jadi, badanku menggeliat- geliat dan terhentak- hentak, sedangkan kedua tanganku mencoba mendorong kepalanya dari kemaluanku. Akan tetapi usahaku itu sia-sia saja, Om  Bayu terus melakukan aksinya dengan ganas. Aku hanya bisa menjerit-jerit tidak karuan.“aahh.., Ooomm.., jaangan.., jaanggann.., teerruskaan.., ituu.., aa.., aaku.., nndaak.., maauu.., geellii.., stoopp.., tahaann.., aahh!”.Aku menggelinjang- gelinjang seperti kesurupan, menggeliat ke sana-ke mari antara mau dan tidak biarpun ada perasaan menolak akan tetapi rasa geli, bercampur dengan kenikmatan yang teramat sangat mendominasi seluruh badanku. Om Bayu dengan kuat memeluk kedua pahaku di antara pipinya, sehingga  walaupun aku menggeliat ke sana-ke mari, namun Om Bayu tetap mendapatkan yang diinginkannya. Jilatan- jilatan Om Bayu benar- benar membuatku bagaikan orang lupa daratan, vaginaku sudah benar-benar banjir dibuatnya, hal ini membuat Om Bayu menjadi semakin liar, ia bukan cuma menjilat- jilat, bahkan  menghisap, menyedot-nyedot vaginaku. Cairan lendir vaginaku bahkan disedot Om Bayu habis-habisan. Sedotan Om Bayu di vaginaku sangat kuat, membuatku jadi samakin kelonjotan.
Kemudian Om Bayu sejenak menghentikan jilatannya. Dengan jarinya ia membuka bibir vaginaku, lalu di sorongkan sedikit ke atas. Aku saat itu tidak tahu apa maksud Om Bayu, rupanya Om Bayu mengincar clitorisku. Dia menjulurkan lidahnya, lalu dijilatnya clitorisku.“aahh..”, tentu saja aku menjerit keras sekali, aku merasa seperti kesetrum, karena ternyata itu bagian yang paling sensitif buatku. Begitu kagetnya aku merasakannya, aku sampai menggangkat pantatku. Om Bayu malah menekan pahaku ke bawah, sehingga pantatku nempel lagi ke kasur, dan terus menjilati clitorisku sambil dihisap- hisapnya.“aa.., Ooomm.., aauuhh.., aahh!”, jeritku semakin menggila. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang teramat sangat, yang ingin keluar dari dalam vaginaku, seperti mau pipis, dan aku tak kuat menahannya, namun Om Bayu yang sepertinya sudah tahu, malahan menyedot clitorisku dengan kuatnya.“Ooomm.., aa!”, tubuhku terasa tersengat tegangan tinggi, seluruh tubuhku menegang, tak sadar kujepit dengan kuat pipi Om Bayu dengan kedua pahaku di selangkanganku. Lalu tubuhku bergetar bersamaan dengan keluarnya cairan vaginaku banyak sekali, dan tampaknya Om Bayu tidak menyia-nyiakannya disedotnya vaginaku, dihisapnya seluruh cairan vaginaku. Tulang- tulangku terasa luluh lantak, lalu tubuhku terasa lemas sekali. Aku tergolek lemas.
Om Bayu kemudian bangun dan mulai melepaskan pakaiannya. Aku, yang baru pertama kali mengalami orgasme, merasakan badanku lemas tak bertenaga, sehingga hanya bisa memandang saja apa yang sedang dilakukan oleh Om Bayu. Mula-mula Om Bayu membuka kemejanya yang dilemparkan ke sudut kamar, kemudian  secara cepat dia melepaskan celana panjangnya, sehingga sekarang dia hanya memakai CD saja. Aku agak ngeri juga melihat badannya yang tinggi besar itu tidak berpakaian. Akan tetapi ketika tatapan mataku secara tak sengaja melihat ke bawah, aku sangat terkejut melihat tonjolan besar yang masih  tertutup oleh CD- nya, mecuat ke depan. Kedua tangan Om Bayu mulai menarik CD-nya ke bawah secara perlahan- lahan, sambil matanya terus menatapku.
Pada waktu badannya membungkuk untuk mengeluarkan CD-nya dari kedua kakinya, aku belum melihat apa-apa, akan tetapi begitu Om Bayu berdiri tegak, darahku mendadak serasa berhenti mengalir dan mukaku menjadi pucat karena terkejut melihat benda yang berada di antara kedua paha atas Om Bayu. Benda  tersebut bulat panjang dan besar dengan bagian ujungnya yang membesar bulat berbentuk topi baja tentara. Benda bulat panjang tersebut berdiri tegak menantang ke arahku, panjangnya kurang lebih 20  cm dengan lingkaran sebesar 6 cm bagian batangnya dilingkarin urat yang menonjol berwarna biru, bagian  ujung kepalanya membulat besar dengan warna merah kehitam- hitaman mengkilat dan pada bagian tengahnya berlubang di mana terlihat ada cairan pada ujungnya. Rupanya begitu yang disebut kemaluan laki-laki, tampaknya menyeramkan. Aku menjadi ngeri, sambil menduga-duga, apa yang akan dilakukan Om Bayu  terhadapku dengan kemaluannya itu.
Melihat ekspresi mukaku itu, Om Bayu hanya tersenyum-senyum saja dan tangan kirinya memegang batang kemaluannya, sedangkan tangan kanannya mengelus-elus bagian kepala kemaluannya yang kelihatan makin mengkilap saja. Om Bayu kemudian berjalan mendekat ke arahku yang masih telentang lemas di atas  tempat tidur. Kemudian Om Bayu menarik kedua kakiku, sehingga menjulur ke lantai sedangkan pantatku berada tepat di tepi tempat tidur. Kedua kakiku dipentangkannya, sehingga kedua pahaku sekarang terbuka lebar. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, karena badanku masih terasa lemas. Mataku hanya bisa  mengikuti apa yan sedang dilakukan oleh Om Bayu.
Kemudian dia mendekat dan berdiri tepat diantara kedua pahaku yang sudah terbuka lebar itu. Dengan berlutut di lantai di antara kedua pahaku, kemaluannya tepat berhadapan dengan kemaluanku yang telah terpentang itu. Tangan kirinya memegang pinggulku dan tangan kanannya memegang batang kemaluannya.  Kemudian Om Bayu menempatkan kepala kemaluannya pada bibir kemaluanku yang belahannya kecil dan masih tertutup rapat. Kepala kemaluannya yang besar itu mulai digosok-gosokannya sepanjang bibir kemaluanku, sambil ditekannya perlahan- lahan. Suatu perasaan aneh mulai menjalar ke kesuluruhan tubuhku,  badanku terasa panas dan kemaluanku terasa mulai mengembung, aku agak menggeliat-geliat kegelian atas perbuatan Om Bayu itu dan rupanya reaksiku itu makin membuat Om Bayu makin terangsang. Dengan mesra Om Bayu memelukku, lalu mengecup bibirku.“Gimana Rin.., nikmat khan..?”, bisik Om Bayu mesra di telingaku, namun aku sudah tak mampu menjawabnya, nafasku tinggal satu- satu, aku hanya bisa mengangguk sambil tersipu malu. Aku sudah tidak berdaya diperlakukan begini oleh Om Bayu dan tidak pernah kusangka, karena sehari-hari Om Bayu sangat sopan dan ramah.
Selanjutnya tangan Om Bayu yang satu merangkul pundakku dan yang satu di bawah memegang penisnya sambil digosok-gosokkan ke bibir kemaluanku, hal ini makin membuatku menjadi lemas ketika merasakan kemaluan yang besar menyentuh bibir kemaluanku, aku merasa takut tapi kalah dengan nikmatnya permainan  Om Bayu, di samping pula ada perasaan bingung yang melanda pikiranku. Kemaluan Om Bayu yang besar itu sudah amat keras dan kakiku makin direnggangkan oleh Om Bayu sambil salah satu dari pahaku diangkat sedikit ke atas. Aku benar-benar setengah sadar dan pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa. Kepala kemaluannya mulai ditekan masuk ke dalam lubang kemaluanku dan dengan sisa tenaga yang ada aku mencoba mendorong badan Om Bayu untuk menahan masuknya kemaluannya itu, tapi Om Bayu bilang tidak akan dimasukkan semua cuma ditempelkan saja. Saya membiarkan kemaluannya itu ditempelkan di bibir  kemaluanku.
Tapi selang tak lama kemudian perlahan- lahan kemaluannya itu ditekan-tekan ke dalam lubang vaginaku, sampai kepala penisnya sedikit masuk ke bibir dan lubang vaginaku. Kemaluanku menjadi sangat basah, dengan sekali dorong kepala penis Om Bayu ini masuk ke dalam lubang vaginaku, gerakan ini  membuatku terkejut karena tidak menyangka Om Bayu akan memasukan penisnya ke dalam kemaluanku seperti apa yang dikatakan olehnya. Sodokkan penis Om Bayu ini membuat kemaluanku terasa mengembang dan sedikit sakit, seluruh kepala penis Om Bayu sudah berada di dalam lubang kemaluanku dan selanjutnya  Om Bayu mulai menggerakkan kepala penisnya masuk dan keluar dan selang sesaat aku mulai menjadi biasa lagi, perasaan nikmat mulai menjalar ke seluruh tubuhku, terasa ada yang mengganjal dan membuat kemaluanku serasa penuh dan besar, tampa sadar dari mulutku keluar suara, “Ssshh.., sshh.., aahh.  oohh.., Ooomm.., Ooomm.., eennaak.., eennaak! Aku mulai terlena saking nikmatnya dan pada saat itu, tiba-tiba Om Bayu mendorong penisnya dengan cepat dan kuat, sehingga penisnya menerobos masuk lebih dalam lagi dan merobek selaput daraku dan akupun menjerit karena terasa sakit pada bagian dalam  vaginaku oleh penis Om Bayu yang terasa membelah kemaluanku.“aadduuhh.., saakkiitt.., Ooomm.., sttoopp.., sttoopp.., jaangaan.., diterusin”, aku meratap dan kedua tanganku mencoba mendorong badan Om Bayu, tapi sia- sia saja. Om Bayu mencium bibirku dan tangannya yang lain mengelus-elus buah dadaku untuk menutupi teriakan dan menenangkanku. Tangannya yang  lain menahan bahuku sehingga aku tidak dapat berkutik. Badanku hanya bisa menggeliat-geliat dan pantatku kucoba menarik ke atas tempat tidur untuk menghindari tekanan penis Om Bayu ke dalam liang vaginaku, tapi karena tangan Om Bayu menahan pundakku, maka aku tidak dapat menghindari masuknya penis  Om Bayu lebih dalam ke liang vaginaku. Rasa sakit masih terasa olehku dan Om Bayu membiarkan penisnya diam saja tanpa bergerak sama sekali untuk membuat kemaluanku terbiasa dengan penisnya yang besar itu.“Om.., kenapa dimasukkan semua, kan.., janjinya hanya digosok-gosok saja?”, kataku dengan memelas, tapi Om Bayu tidak bilang apa-apa hanya senyum- senyum saja.Aku merasakan kemaluan Om Bayu itu, terasa besar dan mengganjal rasanya memadati seluruh relung-relung di dalam vaginaku. Serasa sampai ke perutku karena panjangnya penis Om Bayu tersebut. Waktu saya mulai tenang, Om Bayu kemudian mulai memainkan pinggulnya maju mundur sehingga penisnya memompa  kemaluanku. Badanku tersentak-sentak dan menggelepar-gelepar, sedang dari mulutku hanya bisa keluar suara, “Ssshh.., sshh.., oohh.., oohh”, dan tiba-tiba perasaan dahsyat melanda keseluruhan tubuhku, bayangan hitam menutupi seluruh pandanganku, sesaat kemudian kilatan cahaya serasa berpendar di  mataku. Sensasi itu sudah tidak bisa dikendalikan lagi oleh pikiran normalku, seluruh tubuhku diliputi sensasi yang siap meledak. Buah dadaku terasa mengeras dan puting susuku menegang ketika sensasi itu kian menguat, membuat tubuhku terlonjak-lonjak di atas tempat tidur. Seluruh tubuhku meledak  dalam sensasi, jari-jariku menggengam alas tempat tidur erat-erat, tubuhku bergetar, mengejang, meronta di bawah tekanan tubuh Om Bayu ketika aku mengalami orgasme yang dahsyat. Aku merasakan kenikmatan berdesir dari vaginaku, menghantarkan rasa nikmat ke seluruh tubuhku selama beberapa detik  terasa tubuhku melayang- layang dan tak lama kemudian terasa terhempas lemas tak bedaya, tergeletak lemah di atas tempat tidur dengan kedua tangan yang terentang dan kedua kaki terkangkang menjulur di lantai.
Melihat keadaanku Om Bayu makin terangsang, sehingga dengan ganasnya dia mendorong pantatnya menekan pinggulku rapat-rapat, sehingga seluruh batang penisnya terbenam dalam kemaluanku. Aku hanya bisa menggeliat lemah karena setiap tekanan yang dilakukannya, terasa clitorisku tertekan dan  tergesek-gesek oleh batang penisnya yang besar dan berurat itu. Hal ini menimbulkan kegelian yang tidak terperikan. Hampir sejam lamanya Om Bayu mempermainkanku sesuka hatinya, dan saat itu pula aku beberapa kali mengalami orgasme dan setiap itu terjadi, selama 1 menit aku merasakan vaginaku  berdenyut-denyut dan menghisap kuat penis Om Bayu, sampai akhirnya pada suatu saat Om Bayu berbisik dengan sedikit tertahan, “Ooohh.., Riinn.., Riinn.., aakkuu.., maau.., keluar!, Ooohh.., aahh.., hhmm.., oouuhh!”.
Tiba-tiba Om Bayu bangkit dan mengeluarkan penisnya dari vaginaku. Sedetik kemudian, “Ccret.., crett.., crett”, spermanya berloncatan dan tumpah tepat di atas perutku. Tangannya dengan gerakan sangat cepat mengocok-ngocok batang penisnya seolah ingin mengeluarkan semua spermanya tanpa sisa.“aahh..”, Om Bayu mendesis panjang dan kemudian menarik napas lega. Dibersihkannya sperma yang tumpah di perutku. Setelah itu kami tergolek lemas sambil mengatur napas kami yang masih agak memburu sewaktu mendaki puncak kenikmatan tadi. Dipandanginya wajahku yang masih berpeluh untuk kemudian disekanya. Dikecupnya lembut bibirku dan tersenyum.“Terima kasih, sayang..”, bisik Om Bayu dengan mesra. Dan akhirnya aku yang sudah amat lemas terlelap di pelukan Om Bayu.
Setelah kejadian itu, pada mulanya aku benar-benar merasa gamang, perasaan- perasan aneh berkecamuk dalam diriku, walaupun ketika waktu itu, saat aku bangun dari tidurku Om Bayu telah berupaya menenangkanku dengan lembut. Namun entah kenapa, setelah beberapa hari kemudian, kok rasanya aku jadi  kepengin lagi, memang kalau diingat-ingat sebenarnya nikmat juga sih. Jadi sepulang sekolah aku mampir ke rumah Om Bayu, tentu saja aku malu mengatakannya, aku hanya pura-pura ngobrol ke sana-ke mari, sampai akhirnya Om Bayu menawarkan lagi untuk main-main seperti kemarin dulu, barulah aku  menjawabnya dengan mengangguk malu-malu. Begitulah akhir cerita dewasa ini, kisah pengalaman pertama kalinya aku merasakan kenikmatan hubungan seks

sumber www.facebook.com

Ika gadis Bandung yang genit dan seksi

Cerita dewasa sex ini bermula waktu umurku masih 23 tahun. Aku duduk di tingkat akhir suatu perguruan tinggi teknik di kota Bandung. Wajahku ganteng. Badanku tinggi dan tegap, mungkin karena aku selalu berolahraga seminggu tiga kali. Teman-­temanku bilang, kalau aku bermobil pasti banyak cewek  cantik sexy yang dengan sukahati menempel padaku. Aku sendiri sudah punya pacar. Kami pacaran secara serius. Baik orang tuaku maupun orang tuanya sudah setuju kami nanti menikah.
Tempat kos-ku dan tempat kos-nya hanya berjarak sekitar 700 m. Aku sendiri sudah dipegangi kunci kamar kosnya. Walaupun demikian bukan berarti aku sudah berpacaran tanpa batas dengannya. Dalam masalah pacaran, kami sudah saling cium-ciuman, gumul-gumulan, dan remas-remasan. Namun semua itu kami lakukan dengan masih berpakaian. Toh walaupun hanya begitu, kalau “voltase’-ku sudah amat tinggi, aku dapat ‘muntah” juga. Dia adalah seorang yang menjaga keperawanan sampai dengan menikah, karena itu dia tidak mau berhubungan sex sebelum menikah. Aku menghargai prinsipnya tersebut. Karena aku belum pernah pacaran sebelumnya, maka sampai saat itu aku belum pernah merasakan memek perempuan.
Pacarku seorang anak bungsu. Kecuali kolokan, dia juga seorang penakut, sehingga sampai jam 10 malam minta ditemani. Sehabis mandi sore, aku pergi ke kosnya. Sampai dia berangkat tidur. aku belajar atau menulis tugas akhir dan dia belajar atau mengerjakan tugas-tugas kuliahnya di ruang tamu. Kamar kos-nya sendiri berukuran cukup besar, yakni 3mX6m. Kamar sebesar itu disekat dengan triplex menjadi ruang tamu dengan ukuran 3mX2.5m dan ruang tidur dengan ukuran 3mX3.5m. Lobang pintu di antara kedua ruang itu hanya ditutup dengan kain korden.
lbu kost-nya mempunyai empat anak, semua perempuan. Semua manis-manis sebagaimana kebanyakan perempuan Sunda. Anak yang pertama sudah menikah, anak yang kedua duduk di kelas 3 SMA, anak ketiga kelas I SMA, dan anak bungsu masih di SMP. Menurut desas-desus yang sampai di telingaku, menikahnya anak pertama adalah karena hamil duluan. Kemudian anak yang kedua pun sudah mempunyai prestasi. Nama panggilannya Ika. Dia dikabarkan sudah pernah hamil dengan pacarya, namun digugurkan. Menurut penilaianku, Ika seorang playgirl. Walaupun sudah punya pacar, pacarnya kuliah di suatu politeknik, namun dia suka mejeng dan menggoda laki-laki lain yang kelihatan keren. Kalau aku datang ke kos pacarku, dia pun suka mejeng dan bersikap genit dalam menyapaku.
lka memang mojang Sunda yang amat aduhai. Usianya akan 18 tahun. Tingginya 160 cm. Kulitnya berwarna kuning langsat dan kelihatan licin. Badannya kenyal dan berisi. Pinggangnya ramping. Buah dadanya padat dan besar membusung. Pinggulnya besar, kecuali melebar dengan indahnya juga pantatnya membusung dengan montoknya. Untuk gadis seusia dia, mungkin payudara dan pinggul yang sudah terbentuk sedemikian indahnya karena terbiasa dinaiki dan digumuli oleh pacarnya. Paha dan betisnya bagus dan mulus. Lehernya jenjang. Matanya bagus. Hidungnya mungil dan sedikit mancung. Bibirnya mempunyai garis yang sexy dan sensual, sehingga kalau memakai lipstik tidak perlu membuat garis baru, tinggal mengikuti batas bibir yang sudah ada. Rambutnya lebat yang dipotong bob dengan indahnya.
Sore itu sehabis mandi aku ke kos pacarku seperti biasanya. Di teras rumah tampak Ika sedang mengobrol dengan dua orang adiknya. Ika mengenakan baju atas ‘you can see’ dan rok span yang pendek dan ketat sehingga lengan, paha dan betisnya yang mulus itu dipertontonkan dengan jelasnya.
“Mas Bob, ngapel ke Mbak Dina? Wah… sedang nggak ada tuh. Tadi pergi sama dua temannya. Katanya mau bikin tugas,” sapa Ika dengan centilnya.
“He… masa?” balasku.
“Iya… Sudah, ngapelin Ika sajalah Mas Bob,” kata Ika dengan senyum menggoda. Edan! Cewek Sunda satu ini benar-benar menggoda hasrat. Kalau mau mengajak beneran aku tidak menolak nih, he-he-he…
“Ah, neng Ika macam-macam saja…,” tanggapanku sok menjaga wibawa. “Kak Dai belum datang?”
Pacar Ika namanya Daniel, namun Ika memanggilnya Kak Dai. Mungkin Dai adalah panggilan akrab atau panggilan masa kecil si Daniel. Daniel berasal dan Bogor. Dia ngapeli anak yang masih SMA macam minum obat saja. Dan pulang kuliah sampai malam hari. Lebih hebat dan aku, dan selama ngapel waktu dia habiskan untuk ngobrol. Atau kalau setelah waktu isya, dia masuk ke kamar Ika. Kapan dia punya kesempatan belajar?
“Wah… dua bulan ini saya menjadi singgel lagi. Kak Dai lagi kerja praktek di Riau. Makanya carikan teman Mas Bob buat menemani Ika dong, biar Ika tidak kesepian… Tapi yang keren lho,” kata Ika dengan suara yang amat manja. Edan si playgirl Sunda mi. Dia bukan tipe orang yang ngomong begitu bukan sekedar bercanda, namun tipe orang yang suka nyerempet-nyerempet hat yang berbahaya.
“Neng Ika ini… Nanti Kak Dainya ngamuk dong.”
“Kak Dai kan tidak akan tahu…”
Aku kembali memaki dalam hati. Perempuan Sunda macam Ika ini memang enak ditiduri. Enak digenjot dan dinikmati kekenyalan bagian-bagian tubuhnya.
Aku mengeluarkan kunci dan membuka pintu kamar kos Dina. Di atas meja pendek di ruang tamu ada sehelai memo dari Dina. Sambil membuka jendela ruang depan dan ruang tidur, kubaca isi memo tadi. ‘Mas Bobby, gue ngerjain tugas kelompok bersama Niken dan Wiwin. Tugasnya banyak, jadi gue malam ini tidak pulang. Gue tidur di rumah Wiwin. Di kulkas ada jeruk, ambil saja. Soen sayang, Dina’
Aku mengambil bukuku yang sehari-harinya kutinggal di tempat kos Di. Sambil menyetel radio dengan suara perlahan, aku mulai membaca buku itu. Biarlah aku belajar di situ sampai jam sepuluh malam.
Sedang asyik belajar, sekitar jam setengah sembilan malam pintu diketok dan luar. Tok-tok-tok…
Kusingkapkan korden jendela ruang tamu yang telah kututup pada jam delapan malam tadi, sesuai dengan kebiasaan pacarku. Sepertinya Ika yang berdiri di depan pintu.
“Mbak Di… Mbak Dina…,” terdengar suara Ika memanggil-manggil dan luar. Aku membuka pintu.
“Mbak Dina sudah pulang?” tanya Ika.
“Belum. Hari ini Dina tidak pulang. Tidur di rumah temannya karena banyak tugas. Ada apa?”
“Mau pinjam kalkulator, mas Bob. Sebentar saja. Buat bikin pe-er.”
“Ng… bolehlah. Pakai kalkulatorku saja, asal cepat kembali.”
“Beres deh mas Bob. Ika berjanji,” kata Ika dengan genit. Bibirnya tersenyum manis, dan pandang matanya menggoda menggemaskan.
Kuberikan kalkulatorku pada Ika. Ketika berbalik, kutatap tajam-tajam tubuhnya yang aduhai. Pinggulnya yang melebar dan montok itu menggial ke kiri-kanan, seolah menantang diriku untuk meremas­-remasnya. Sialan! Kontholku jadi berdiri. Si ‘boy-ku ini responsif sekali kalau ada cewek cakep yang enak digenjot.
Sepeninggal Ika, sesaat aku tidak dapat berkonsentrasi. Namun kemudian kuusir pikiran yang tidak-tidak itu. Kuteruskan kembali membaca textbook yang menunjang penulisan tugas sarjana itu.
Tok-tok-tok! Baru sekitar limabelas menit pintu kembali diketok.
“Mas Bob… Mas Bob…,” terdengar Ika memanggil lirih.
Pintu kubuka. Mendadak kontholku mengeras lagi. Di depan pintu berdiri Ika dengan senyum genitnya. Bajunya bukan atasan ‘you can see’ yang dipakai sebelumnya. Dia menggunakan baju yang hanya setinggi separuh dada dengan ikatan tali ke pundaknya. Baju tersebut berwarna kuning muda dan berbahan mengkilat. Dadanya tampak membusung dengan gagahnya, yang ujungnya menonjol dengan tajam dan batik bajunya. Sepertinya dia tidak memakai BH. Juga, bau harum sekarang terpancar dan tubuhnya. Tadi, bau parfum harum semacam ini tidak tercium sama sekali, berarti datang yang kali ini si Ika menyempatkan diri memakai parfum. Kali ini bibirnya pun dipolesi lipstik pink.
“Ini kalkulatornya, Mas Bob,” kata Ika manja, membuyarkan keterpanaanku.
“Sudah selesai. Neng Ika?” tanyaku basa-basi.
“Sudah Mas Bob, namun boleh Ika minta diajari Matematika?”
“0, boleh saja kalau sekiranya bisa.”
Tanpa kupersilakan Ika menyelonong masuk dan membuka buku matematika di atas meja tamu yang rendah. Ruang tamu kamar kos pacarku itu tanpa kursi. Hanya digelari karpet tebal dan sebuah meja pendek dengan di salah satu sisinya terpasang rak buku. Aku pun duduk di hadapannya, sementara pintu masuk tertutup dengan sendirinya dengan perlahan. Memang pintu kamar kos pacarku kalau mau disengaja terbuka harus diganjal potongan kayu kecil.
“Ini mas Bob, Ika ada soal tentang bunga majemuk yang tidak tahu cara penyelesaiannya.” Ika mencari-cari halaman buku yang akan ditanyakannya.
Menunggu halaman itu ditemukan, mataku mencari kesempatan melihat ke dadanya. Amboi! Benar, Ika tidak memakai bra. Dalam posisi agak menunduk, kedua gundukan payudaranya kelihatan sangat jelas. Sungguh padat, mulus, dan indah. Kontholku terasa mengeras dan sedikit berdenyut-denyut.
Halaman yang dicari ketemu. Ika dengan centilnya membaca soal tersebut. Soalnya cukup mudah. Aku menerangkan sedikit dan memberitahu rumusnya, kemudian Ika menghitungnya. Sambil menunggu Ika menghitung, mataku mencuri pandang ke buah dada Ika. Uhhh… ranum dan segarnya.
“Kok sepi? Mamah, Ema, dan Nur sudah tidur?” tanyaku sambil menelan ludah. Kalau bapaknya tidak aku tanyakan karena dia bekerja di Cirebon yang pulangnya setiap akhir pekan.
“Sudah. Mamah sudah tidur jam setengah delapan tadi. Kemudian Erna dan Nur berangkat tidur waktu Ika bermain-main kalkulator tadi,” jawab Ika dengan tatapan mata yang menggoda.
Hasratku mulai naik. Kenapa tidak kusetubuhi saja si Ika. Mumpung sepi. Orang-orang di rumahnya sudah tidur. Kamar kos sebelah sudah sepi dan sudah mati lampunya. Berarti penghuninya juga sudah tidur. Kalau kupaksa dia meladeni hasratku, tenaganya tidak akan berarti dalam melawanku. Tetapi mengapa dia akan melawanku? jangan-jangan dia ke sini justru ingin bersetubuh denganku. Soal tanya Matematika, itu hanya sebagai atasan saja. Bukankah dia menyempatkan ganti baju, dari atasan you can see ke atasan yang memamerkan separuh payudaranya? Bukankah dia datang lagi dengan menyempatkan tidak memakai bra? Bukankah dia datang lagi dengan menyempatkan memakai parfum dan lipstik? Apa lagi artinya kalau tidak menyodorkan din?
Tiba-tiba Ika bangkit dan duduk di sebelah kananku.
“Mas Bob… ini benar nggak?” tanya Ika.
Ada kekeliruan di tengah jalan saat Ika menghitung. Antara konsentrasi dan menahan nafsu yang tengah berkecamuk, aku mengambil pensil dan menjelaskan kekeliruannya. Tiba-tiba Ika lebih mendekat ke arahku, seolah mau memperhatikan hal yang kujelaskan dan jarak yang lebih dekat. Akibatnya… gumpalan daging yang membusung di dadanya itu menekan lengan tangan kananku. Terasa hangat dan lunak, namun ketika dia lebih menekanku terasa lebih kenyal.
Dengan sengaja lenganku kutekankan ke payudaranya.
“Ih… Mas Bob nakal deh tangannya,” katanya sambil merengut manja. Dia pura-pura menjauh.
“Lho, yang salah kan Neng Ika duluan. Buah dadanya menyodok-nyodok lenganku,” jawabku.
lka cemberut. Dia mengambil buku dan kembali duduk di hadapanku. Dia terlihat kembali membetulkan yang kesalahan, namun menurut perasaanku itu hanya berpura-pura saja. Aku merasa semakin ditantang. Kenapa aku tidak berani? Memangnya aku impoten? Dia sudah berani datang ke sini malam-malam sendirian. Dia menyempatkan pakai parfum. Dia sengaja memakai baju atasan yang memamerkan gundukan payudara. Dia sengaja tidak pakai bra. Artinya, dia sudah mempersilakan diriku untuk menikmati kemolekan tubuhnya. Tinggal aku yang jadi penentunya, mau menyia-siakan kesempatan yang dia berikan atau memanfaatkannya. Kalau aku menyia-siakan berarti aku band!
Aku pun bangkit. Aku berdiri di atas lutut dan mendekatinya dari belakang. Aku pura-pura mengawasi dia dalam mengerjakan soal. Padahal mataku mengawasi tubuhnya dari belakang. Kulit punggung dan lengannya benar-benar mulus, tanpa goresan sedikitpun. Karena padat tubuhnya, kulit yang kuning langsat itu tampak licin mengkilap walaupun ditumbuhi oleh bulu-bulu rambut yang halus.
Kemudian aku menempelkan kontholku yang menegang ke punggungnya. Ika sedikit terkejut ketika merasa ada yang menempel punggungnya.
“Ih… Mas Bob jangan begitu dong…,” kata Ika manja.
“Sudah… udah-udah… Aku sekedar mengawasi pekerjaan Neng Ika,” jawabku.
lka cemberut. Namun dengan cemberut begitu, bibir yang sensual itu malah tampak menggemaskan. Sungguh sedap sekali bila dikulum-kulum dan dilumat-lumat. Ika berpura-pura meneruskan pekerjaannya. Aku semakin berani. Kontholku kutekankan ke punggungnya yang kenyal. Ika menggelinjang. Tidak tahan lagi. tubuh Ika kurengkuh dan kurebahkan di atas karpet. Bibirnya kulumat-lumat, sementara kulit punggungnya kuremas-remas. Bibir Ika mengadakan perlawanan, mengimbangi kuluman-­kuluman bibirku yang diselingi dengan permainan lidahnya. Terlihat bahkan dalam masalah ciuman Ika yang masih kelas tiga SMA sudah sangat mahir. Bahkan mengalahkan kemahiranku.
Beberapa saat kemudian ciumanku berpindah ke lehernya yang jenjang. Bau harum terpancar dan kulitnya. Sambil kusedot-sedot kulit lehernya dengan hidungku, tanganku berpindah ke buah dadanya. Buah dada yang tidak dilindungi bra itu terasa kenyal dalam remasan tanganku. Kadang-kadang dan batik kain licin baju atasannya, putingnya kutekan-tekan dan kupelintir-pelintir dengan jari-jari tanganku. Puting itu terasa mengeras.
“Mas Bob Mas Bob buka baju saja Mas Bob…,” rintih Ika. Tanpa menunggu persetujuanku, jari-jari tangannya membuka Ikat pinggang dan ritsleteng celanaku. Aku mengimbangi, tall baju atasannya kulepas dan baju tersebut kubebaskan dan tubuhnya. Aku terpana melihat kemulusan tubuh atasnya tanpa penutup sehelai kain pun. Buah dadanya yang padat membusung dengan indahnya. Ditimpa sinar lampu neon ruang tamu, payudaranya kelihatan amat mulus dan licin. Putingnya berdiri tegak di ujung gumpalan payudara. Putingnya berwarna pink kecoklat-coklatan, sementara puncak bukit payudara di sekitarnya berwarna coklat tua dan sedikit menggembung dibanding dengan permukaan kulit payudaranya.
Celana panjang yang sudah dibuka oleh Ika kulepas dengan segera. Menyusul. kemeja dan kaos singlet kulepas dan tubuhku. Kini aku cuma tertutup oleh celana dalamku, sementara Ika tertutup oleh rok span ketat yang mempertontonkan bentuk pinggangnya yang ramping dan bentuk pinggulnya yang melebar dengan bagusnya. Ika pun melepaskan rok spannya itu, sehingga pinggul yang indah itu kini hanya terbungkus celana dalam minim yang tipis dan berwarna pink. Di daerah bawah perutnya, celana dalam itu tidak mampu menyembunyikan warna hitam dari jembut lebat Ika yang terbungkus di dalamnya. Juga, beberapa helai jembut Ika tampak keluar dan lobang celana dalamnya.
lka memandangi dadaku yang bidang. Kemudian dia memandang ke arah kontholku yang besar dan panjang, yang menonjol dari balik celana dalamku. Pandangan matanya memancarkan nafsu yang sudah menggelegak. Perlahan aku mendekatkan badanku ke badannya yang sudah terbaring pasrah. Kupeluk tubuhnya sambil mengulum kembali bibirnya yang hangat. Ika pun mengimbanginya. Dia memeluk leherku sambil membalas kuluman di bibirnya. Payudaranya pun menekan dadaku. Payudara itu terasa kenyal dan lembut. Putingnya yang mengeras terasa benar menekan dadaku. Aku dan Ika saling mengulum bibir, saling menekankan dada, dan saling meremas kulit punggung dengan penuh nafsu.
Ciumanku berpindah ke leher Ika. Leher mulus yang memancarkan keharuman parfum yang segar itu kugumuli dengan bibir dan hidungku. Ika mendongakkan dagunya agar aku dapat menciumi segenap pori-pori kulit lehernya.
“Ahhh… Mas Bob… Ika sudah menginginkannya dari kemarin… Gelutilah tubuh Ika… puasin Ika ya Mas Bob…,” bisik Ika terpatah-patah.
Aku menyambutnya dengan penuh antusias. Kini wajahku bergerak ke arah payudaranya. Payudaranya begitu menggembung dan padat. namun berkulit lembut. Bau keharuman yang segar terpancar dan pori-porinya. Agaknya Ika tadi sengaja memakai parfum di sekujur payudaranya sebelum datang ke sini. Aku menghirup kuat-kuat lembah di antara kedua bukit payudaranya itu. Kemudian wajahku kugesek-gesekkan di kedua bukit payudara itu secara bergantian, sambil hidungku terus menghirup keharuman yang terpancar dan kulit payudara. Puncak bukit payudara kanannya pun kulahap dalam mulutku. Kusedot kuat-kuat payudara itu sehingga daging yang masuk ke dalam mulutku menjadi sebesar-besarnya. Ika menggelinjang.
“Mas Bob… ngilu… ngilu…,” rintih Ika.
Gelinjang dan rintihan Ika itu semakin membangkitkan hasratku. Kuremas bukit payudara sebelah kirinya dengan gemasnya, sementara puting payudara kanannya kumainkan dengan ujung lidahku. Puting itu kadang kugencet dengan tekanan ujung lidah dengan gigi. Kemudian secara mendadak kusedot kembali payudara kanan itu kuat-kuat. sementara jari tanganku menekan dan memelintir puting payudara kirinya. Ika semakin menggelinjang-gelinjang seperti ikan belut yang memburu makanan sambil mulutnya mendesah-desah.
“Aduh mas Booob… ssshh… ssshhh… ngilu mas Booob… ssshhh… geli… geli…,” cuma kata-kata itu yang berulang-ulang keluar dan mulutnya yang merangsang.
Aku tidak puas dengan hanya menggeluti payudara kanannya. Kini mulutku berganti menggeluti payudara kiri. sementara tanganku meremas-remas payudara kanannya kuat-kuat. Kalau payudara kirinya kusedot kuat-kuat. tanganku memijit-mijit dan memelintir-pelintir puting payudara kanannya. Sedang bila gigi dan ujung lidahku menekan-nekan puting payudara kiri, tanganku meremas sebesar-besarnya payudara kanannya dengan sekuat-kuatnya.
“Mas Booob… kamu nakal…. ssshhh… ssshhh… ngilu mas Booob… geli…” Ika tidak henti-hentinya menggelinjang dan mendesah manja.
Setelah puas dengan payudara, aku meneruskan permainan lidah ke arah perut Ika yang rata dan berkulit amat mulus itu. Mulutku berhenti di daerah pusarnya. Aku pun berkonsentrasi mengecupi bagian pusarnya. Sementara kedua telapak tanganku menyusup ke belakang dan meremas-remas pantatnya yang melebar dan menggembung padat. Kedua tanganku menyelip ke dalam celana yang melindungi pantatnya itu. Perlahan­-lahan celana dalamnya kupelorotkan ke bawah. Ika sedikit mengangkat pantatnya untuk memberi kemudahan celana dalamnya lepas. Dan dengan sekali sentakan kakinya, celana dalamnya sudah terlempar ke bawah.
Saat berikutnya, terhamparlah pemandangan yang luar biasa merangsangnya. Jembut Ika sungguh lebat dan subur sekali. Jembut itu mengitari bibir memek yang berwarna coklat tua. Sambil kembali menciumi kulit perut di sekitar pusarnya, tanganku mengelus-elus pahanya yang berkulit licin dan mulus. Elusanku pun ke arah dalam dan merangkak naik. Sampailah jari-jari tanganku di tepi kiri-kanan bibir luar memeknya. Tanganku pun mengelus-elus memeknya dengan dua jariku bergerak dan bawah ke atas. Dengan mata terpejam, Ika berinisiatif meremas-remas payudaranya sendiri. Tampak jelas kalau Ika sangat menikmati permainan ini.
Perlahan kusibak bibir memek Ika dengan ibu jari dan telunjukku mengarah ke atas sampai kelentitnya menongol keluar. Wajahku bergerak ke memeknya, sementara tanganku kembali memegangi payudaranya. Kujilati kelentit Ika perlahan-lahan dengan jilatan-jilatan pendek dan terputus-putus sambil satu tanganku mempermainkan puting payudaranya.
“Au Mas Bob… shhhhh… betul… betul di situ mas Bob… di situ… enak mas… shhhh…,” Ika mendesah-desah sambil matanya merem-melek. Bulu alisnya yang tebal dan indah bergerak ke atas-bawah mengimbangi gerakan merem-meleknya mata. Keningnya pun berkerut pertanda dia sedang mengalami kenikmatan yang semakin meninggi.
Aku meneruskan permainan lidah dengan melakukan jilatan-jilatan panjang dan lubang anus sampai ke kelentitnya.
Karena gerakan ujung hidungku pun secara berkala menyentuh memek Ika. Terasa benar bahkan dinding vaginanya mulai basah. Bahkan sebagian cairan vaginanya mulai mengalir hingga mencapai lubang anusnya. Sesekali pinggulnya bergetar. Di saat bergetar itu pinggulnya yang padat dan amat mulus kuremas kuat-kuat sambil ujung hidungku kutusukkan ke lobang memeknya.
“Mas Booob… enak sekali mas Bob…,” Ika mengerang dengan kerasnya. Aku segera memfokuskan jilatan-jilatan lidah serta tusukan-tusukan ujung hidung di vaginanya. Semakin lama vagina itu semakin basah saja. Dua jari tanganku lalu kumasukkan ke lobang memeknya. Setelah masuk hampir semuanya, jari kubengkokkan ke arah atas dengan tekanan yang cukup terasa agar kena ‘G-spot’-nya. Dan berhasil!
“Auwww… mas Bob…!” jerit Ika sambil menyentakkan pantat ke atas. sampai-sampai jari tangan yang sudah terbenam di dalam memek terlepas. Perut bawahnya yang ditumbuhi bulu-bulu jembut hitam yang lebat itu pun menghantam ke wajahku. Bau harum dan bau khas cairan vaginanya merasuk ke sel-sel syaraf penciumanku.
Aku segera memasukkan kembali dua jariku ke dalam vagina Ika dan melakukan gerakan yang sama. Kali ini aku mengimbangi gerakan jariku dengan permainan lidah di kelentit Ika. Kelentit itu tampak semakin menonjol sehingga gampang bagiku untuk menjilat dan mengisapnya. Ketika kelentit itu aku gelitiki dengan lidah serta kuisap-isap perlahan, Ika semakin keras merintih-rintih bagaikan orang yang sedang mengalami sakit demam. Sementara pinggulnya yang amat aduhai itu menggial ke kiri-kanan dengan sangat merangsangnya.
“Mas Bob… mas Bob… mas Bob…,” hanya kata-kata itu yang dapat diucapkan Ika karena menahan kenikmatan yang semakin menjadi-jadi.
Permainan jari-jariku dan lidahku di memeknya semakin bertambah ganas. Ika sambil mengerang­-erang dan menggeliat-geliat meremas apa saja yang dapat dia raih. Meremas rambut kepalaku, meremas bahuku, dan meremas payudaranya sendiri.
“Mas Bob… Ika sudah tidak tahan lagi… Masukin konthol saja mas Bob… Ohhh… sekarang juga mas Bob…! Sshhh. . . ,“ erangnya sambil menahan nafsu yang sudah menguasai segenap tubuhnya.
Namun aku tidak perduli. Kusengaja untuk mempermainkan Ika terlebih dahulu. Aku mau membuatnya orgasme, sementara aku masih segar bugar. Karena itu lidah dan wajahku kujauhkan dan memeknya. Kemudian kocokan dua jari tanganku di dalam memeknya semakin kupercepat. Gerakan jari tanganku yang di dalam memeknya ke atas-bawah, sampai terasa ujung jariku menghentak-hentak dinding atasnya secara perlahan-lahan. Sementara ibu jariku mengusap-usap dan menghentak-hentak kelentitnya. Gerakan jari tanganku di memeknya yang basah itu sampai menimbulkan suara crrk-crrrk-crrrk-crrk crrrk… Sementara dan mulut Ika keluar pekikan-pekikan kecil yang terputus-putus:
“Ah-ah-ah-ah-ah…”
Sementara aku semakin memperdahsyat kocokan jari-jariku di memeknya, sambil memandangi wajahnya. Mata Ika merem-melek, sementara keningnya berkerut-kerut.
Crrrk! Crrrk! Crrek! Crek! Crek! Crok! Crok! Suara yang keluar dan kocokan jariku di memeknya semakin terdengar keras. Aku mempertahankan kocokan tersebut. Dua menit sudah si Ika mampu bertahan sambil mengeluarkan jeritan-jeritan yang membangkitkan nafsu. Payudaranya tampak semakin kencang dan licin, sedang putingnya tampak berdiri dengan tegangnya.
Sampai akhirnya tubuh Ika mengejang hebat. Pantatnya terangkat tinggi-tinggi. Matanya membeliak-­beliak. Dan bibirnya yang sensual itu keluar jeritan hebat, “Mas Booo00oob …!“ Dua jariku yang tertanam di dalam vagina Ika terasa dijepit oleh dindingnya dengan kuatnya. Seiring dengan keluar masuknya jariku dalam vaginanya, dan sela-sela celah antara tanganku dengan bibir memeknya terpancarlah semprotan cairan vaginanya dengan kuatnya. Prut! Prut! Pruttt! Semprotan cairan tersebut sampai mencapai pergelangan tanganku.
Beberapa detik kemudian Ika terbaring lemas di atas karpet. Matanya memejam rapat. Tampaknya dia baru saja mengalami orgasme yang begitu hebat. Kocokan jari tanganku di vaginanya pun kuhentikan. Kubiarkan jari tertanam dalam vaginanya sampai jepitan dinding vaginanya terasa lemah. Setelah lemah. jari tangan kucabut dan memeknya. Cairan vagina yang terkumpul di telapak tanganku pun kubersihkan dengan kertas tissue.
Ketegangan kontholku belum juga mau berkurang. Apalagi tubuh telanjang Ika yang terbaring diam di hadapanku itu benar-benar aduhai. seolah menantang diriku untuk membuktikan kejantananku pada tubuh mulusnya. Aku pun mulai menindih kembali tubuh Ika, sehingga kontholku yang masih di dalam celana dalam tergencet oleh perut bawahku dan perut bawahnya dengan enaknya. Sementara bibirku mengulum-kulum kembali bibir hangat Ika, sambil tanganku meremas-remas payudara dan mempermainkan putingnya. Ika kembali membuka mata dan mengimbangi serangan bibirku. Tubuhnya kembali menggelinjang-gelinjang karena menahan rasa geli dan ngilu di payudaranya.
Setelah puas melumat-lumat bibir. wajahku pun menyusuri leher Ika yang mulus dan harum hingga akhirnya mencapai belahan dadanya. Wajahku kemudian menggeluti belahan payudaranya yang berkulit lembut dan halus, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua belah payudaranya. Segala kelembutan dan keharuman belahan dada itu kukecupi dengan bibirku. Segala keharuman yang terpancar dan belahan payudara itu kuhirup kuat-kuat dengan hidungku, seolah tidak rela apabila ada keharuman yang terlewatkan sedikitpun.
Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan payudara itu. Kemudian bibirku bergerak ke atas bukit payudara sebelah kiri. Kuciumi bukit payudara yang membusung dengan gagahnya itu. Dan kumasukkan puting payudara di atasnya ke dalam mulutku. Kini aku menyedot-sedot puting payudara kiri Ika. Kumainkan puting di dalam mulutku itu dengan lidahku. Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit payudara di sekitar puting yang berwarna coklat.
“Ah… ah… mas Bob… geli… geli …,“ mulut indah Ika mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan. bagaikan desisan ular kelaparan yang sedang mencari mangsa.
Aku memperkuat sedotanku. Sementara tanganku meremas-remas payudara kanan Ika yang montok dan kenyal itu. Kadang remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak bukitnya, dan kuakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jariku pada putingnya.
“Mas Bob… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu… ngilu…”
Aku semakin gemas. Payudara aduhai Ika itu kumainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit payudara kadang kusedot besarnya-besarnya dengan tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang kusedot hanya putingnya dan kucepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang kuremas dengan daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya kupijit-pijit dan kupelintir-pelintir kecil puting yang mencuat gagah di puncaknya.
“Ah… mas Bob… terus mas Bob… terus… hzzz… ngilu… ngilu…” Ika mendesis-desis keenakan. Hasratnya tampak sudah kembali tinggi. Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kini semakin sening fnekuensinya.
Sampai akhirnya Ika tidak kuat mehayani senangan-senangan keduaku. Dia dengan gerakan eepat memehorotkan celana dalamku hingga tunun ke paha. Aku memaklumi maksudnya, segera kulepas eelana dalamku. Jan-jari tangan kanan Ika yang mulus dan lembut kemudian menangkap kontholku yang sudah berdiri dengan gagahnya. Sejenak dia memperlihatkan rasa terkejut.
“Edan… mas Bob, edan… Kontholmu besar sekali… Konthol pacan-pacanku dahulu dan juga konthol kak Dai tidak sampai sebesar in Edan… edan…,” ucapnya terkagum-kagum. Sambil membiankan mulut, wajah, dan tanganku terus memainkan dan menggeluti kedua belah payudaranya, jan-jari lentik tangan kanannya meremas­remas perlahan kontholku secara berirama, seolah berusaha mencari kehangatan dan kenikmatan di hiatnya menana kejantananku. Remasannya itu mempenhebat vohtase dam rasa nikmat pada batang kontholku.
“Mas Bob. kita main di atas kasur saja…,” ajak Ika dengan sinar mata yang sudah dikuasai nafsu binahi.
Aku pun membopong tubuh telanjang Ika ke ruang dalam, dan membaringkannya di atas tempat tidun pacarku. Ranjang pacarku ini amat pendek, dasan kasurnya hanya terangkat sekitar 6 centimeter dari lantai. Ketika kubopong. Ika tidak mau melepaskan tangannya dari leherku. Bahkan, begitu tubuhnya menyentuh kasur, tangannya menanik wajahku mendekat ke wajahnya. Tak ayal lagi, bibirnya yang pink menekan itu melumat bibirku dengan ganasnya. Aku pun tidak mau mengalah. Kulumat bibirnya dengan penuh nafsu yang menggelora, sementara tanganku mendekap tubuhnya dengan kuatnya. Kuhit punggungnya yang halus mulus kuremas-remas dengan gemasnya.
Kemudian aku menindih tubuh Ika. Kontholku terjepit di antara pangkal pahanya yang mulus dan perut bawahku sendiri. Kehangatan kulit pahanya mengalir ke batang kontholku yang tegang dan keras. Bibirku kemudian melepaskan bibir sensual Ika. Kecupan bibirku pun turun. Kukecup dagu Ika yang bagus. Kukecup leher jenjang Ika yang memancarkan bau wangi dan segarnya parfum yang dia pakai. Kuciumi dan kugeluti leher indah itu dengan wajahku, sementara pantatku mulai bergerak aktif sehingga kontholku menekan dan menggesek-gesek paha Ika. Gesekan di kulit paha yang licin itu membuat batang kontholku bagai diplirit-plirit. Kepala kontholku merasa geli-geli enak oleh gesekan-gesekan paha Ika.
Puas menggeluti leher indah, wajahku pun turun ke buah dada montok Ika. Dengan gemas dan ganasnya aku membenamkan wajahku ke belahan dadanya, sementara kedua tanganku meraup kedua belah payudaranya dan menekannya ke arah wajahku. Keharuman payudaranya kuhirup sepuas-puasku. Belum puas dengan menyungsep ke belahan dadanya, wajahku kini menggesek-gesek memutar sehingga kedua gunung payudaranya tertekan-tekan oleh wajahku secara bergantian. Sungguh sedap sekali rasanya ketika hidungku menyentuh dan menghirup dalam-dalam daging payudara yang besar dan kenyal itu. Kemudian bibirku meraup puncak bukit payudara kiri Ika. Daerah payudara yang kecoklat-coklatan beserta putingnya yang pink kecoklat-coklatan itu pun masuk dalam mulutku. Kulahap ujung payudara dan putingnya itu dengan bernafsunya, tak ubahnya seperti bayi yang menetek susu setelah kelaparan selama seharian. Di dalam mulutku, puting itu kukulum-kulum dan kumainkan dengan lidahku.
“Mas Bob… geli… geli …,“ kata Ika kegelian.
Aku tidak perduli. Aku terus mengulum-kulum puncak bukit payudara Ika. Putingnya terasa di lidahku menjadi keras. Kemudian aku kembali melahap puncak bukit payudara itu sebesar-besarnya. Apa yang masuk dalam mulutku kusedot sekuat-kuatnya. Sementara payudara sebelah kanannya kuremas sekuat-kuatnya
dengan tanganku. Hal tersebut kulakukan secara bergantian antara payudara kiri dan payudara kanan Ika. Sementara kontholku semakin menekan dan menggesek-gesek dengan beriramanya di kulit pahanya. Ika semakin menggelinjang-gelinjang dengan hebatnya.
“Mas Bob… mas Bob… ngilu… ngilu… hihhh… nakal sekali tangan dan mulutmu… Auw! Sssh… ngilu… ngilu…,” rintih Ika. Rintihannya itu justru semakin mengipasi api nafsuku. Api nafsuku semakin berkobar-kobar. Semakin ganas aku mengisap-isap dan meremas-remas payudara montoknya. Sementara kontholku berdenyut-denyut keenakan merasakan hangat dan licinnya paha Ika.
Akhirnya aku tidak sabar lagi. Kulepaskan payudara montok Ika dari gelutan mulut dan tanganku. Bibirku kini berpindah menciumi dagu dan lehernya, sementara tanganku membimbing kontholku untuk mencari liang memeknya. Kuputar-putarkan dahulu kepala kontholku di kelebatan jembut di sekitar bibir memek Ika. Bulu-bulu jembut itu bagaikan menggelitiki kepala kontholku. Kepala kontholku pun kegelian. Geli tetapi enak.
“Mas Bob… masukkan seluruhnya mas Bob… masukkan seluruhnya… Mas Bob belum pernah merasakan memek Mbak Dina kan? Mbak Dina orang kuno… tidak mau merasakan konthol sebelum nikah. Padahal itu surga dunia… bagai terhempas langit ke langit ketujuh. mas Bob…”
Jan-jari tangan Ika yang lentik meraih batang kontholku yang sudah amat tegang. Pahanya yang mulus itu dia buka agak lebar.
“Edan… edan… kontholmu besar dan keras sekali, mas Bob…,” katanya sambil mengarahkan kepala kontholku ke lobang memeknya.
Sesaat kemudian kepala kontholku menyentuh bibir memeknya yang sudah basah. Kemudian dengan perlahan-lahan dan sambil kugetarkan, konthol kutekankan masuk ke liang memek. Kini seluruh kepala kontholku pun terbenam di dalam memek. Daging hangat berlendir kini terasa mengulum kepala kontholku dengan enaknya.
Aku menghentikan gerak masuk kontholku.
“Mas Bob… teruskan masuk, Bob… Sssh… enak… jangan berhenti sampai situ saja…,” Ika protes atas tindakanku. Namun aku tidak perduli. Kubiarkan kontholku hanya masuk ke lobang memeknya hanya sebatas kepalanya saja, namun kontholku kugetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungku dengan ganasnya menggeluti lehernya yang jenjang, lengan tangannya yang harum dan mulus, dari ketiaknya yang bersih dari bulu ketiak. Ika menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan.
“Sssh… sssh… enak… enak… geli… geli, mas Bob. Geli… Terus masuk, mas Bob…”
Bibirku mengulum kulit lengan tangannya dengan kuat-kuat. Sementara gerakan kukonsentrasikan pada pinggulku. Dan… satu… dua… tiga! Kontholku kutusukkan sedalam-dalamnya ke dalam memek Ika dengan sangat cepat dan kuatnya. Plak! Pangkal pahaku beradu dengan pangkal pahanya yang mulus yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya. Sementara kulit batang kontholku bagaikan diplirit oleh bibir dan daging lobang memeknya yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt!
“Auwww!” pekik Ika.
Aku diam sesaat, membiarkan kontholku tertanam seluruhnya di dalam memek Ika tanpa bergerak sedikit pun.
“Sakit mas Bob… Nakal sekali kamu… nakal sekali kamu….” kata Ika sambil tangannya meremas punggungku dengan kerasnya.
Aku pun mulai menggerakkan kontholku keluar-masuk memek Ika. Aku tidak tahu, apakah kontholku yang berukuran panjang dan besar ataukah lubang memek Ika yang berukuran kecil. Yang saya tahu, seluruh bagian kontholku yang masuk memeknya serasa dipijit-pijit dinding lobang memeknya dengan agak kuatnya. Pijitan dinding memek itu memberi rasa hangat dan nikmat pada batang kontholku.
“Bagaimana Ika, sakit?” tanyaku
“Sssh… enak sekali… enak sekali… Barangmu besar dan panjang sekali… sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru lobang memekku…,” jawab Ika.
Aku terus memompa memek Ika dengan kontholku perlahan-lahan. Payudara kenyalnya yang menempel di dadaku ikut terpilin-pilin oleh dadaku akibat gerakan memompa tadi. Kedua putingnya yang sudah mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadaku yang bidang. Kehangatan payudaranya yang montok itu mulai terasa mengalir ke dadaku. Kontholku serasa diremas-remas dengan berirama oleh otot-otot memeknya sejalan dengan genjotanku tersebut. Terasa hangat dan enak sekali. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala kontholku menyentuh suatu daging hangat di dalam memek Ika. Sentuhan tersebut serasa menggelitiki kepala konthol sehingga aku merasa sedikit kegelian. Geli-geli nikmat.
Kemudian aku mengambil kedua kakinya yang kuning langsat mulus dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar kontholku tidak tercabut dari lobang memeknya, aku mengambil posisi agak jongkok. Betis kanan Ika kutumpangkan di atas bahuku, sementara betis kirinya kudekatkan ke wajahku. Sambil terus mengocok memeknya perlahan dengan kontholku, betis kirinya yang amat indah itu kuciumi dan kukecupi dengan gemasnya. Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang kuciumi dan kugeluti, sementara betis kirinya kutumpangkan ke atas bahuku. Begitu hal tersebut kulakukan beberapa kali secara bergantian, sambil mempertahankan rasa nikmat di kontholku dengan mempertahankan gerakan maju-mundur perlahannya di memek Ika.
Setelah puas dengan cara tersebut, aku meletakkan kedua betisnya di bahuku, sementara kedua telapak tanganku meraup kedua belah payudaranya. Masih dengan kocokan konthol perlahan di memeknya, tanganku meremas-remas payudara montok Ika. Kedua gumpalan daging kenyal itu kuremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua putingnya kugencet dan kupelintir-pelintir secara perlahan. Puting itu semakin mengeras, dan bukit payudara itu semakin terasa kenyal di telapak tanganku. Ika pun merintih-rintih keenakan. Matanya merem-melek, dan alisnya mengimbanginya dengan sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah.
“Ah… mas Bob, geli… geli… Tobat… tobat… Ngilu mas Bob, ngilu… Sssh… sssh… terus mas Bob, terus…. Edan… edan… kontholmu membuat memekku merasa enak sekali… Nanti jangan disemprotkan di luar memek, mas Bob. Nyemprot di dalam saja… aku sedang tidak subur…”
Aku mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kontholku di memek Ika.
“Ah-ah-ah… benar, mas Bob. benar… yang cepat… Terus mas Bob, terus…”
Aku bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihan Ika. tenagaku menjadi berlipat ganda. Kutingkatkan kecepatan keluar-masuk kontholku di memek Ika. Terus dan terus. Seluruh bagian kontholku serasa diremas­-remas dengan cepatnya oleh daging-daging hangat di dalam memek Ika. Mata Ika menjadi merem-melek dengan cepat dan indahnya. Begitu juga diriku, mataku pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yang luar biasa.
“Sssh… sssh… Ika… enak sekali… enak sekali memekmu… enak sekali memekmu…”
“Ya mas Bob, aku juga merasa enak sekali… terusss… terus mas Bob, terusss…”
Aku meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kontholku pada memeknya. Kontholku terasa bagai diremas-remas dengan tidak karu-karuan.
“Mas Bob… mas Bob… edan mas Bob, edan… sssh… sssh… Terus… terus… Saya hampir keluar nih mas Bob…
sedikit lagi… kita keluar sama-sama ya Booob…,” Ika jadi mengoceh tanpa kendali.
Aku mengayuh terus. Aku belum merasa mau keluar. Namun aku harus membuatnya keluar duluan. Biar perempuan Sunda yang molek satu ini tahu bahwa lelaki Jawa itu perkasa. Biar dia mengakui kejantanan orang Jawa yang bernama mas Bobby. Sementara kontholku merasakan daging-daging hangat di dalam memek Ika bagaikan berdenyut dengan hebatnya.
“Mas Bob… mas Bobby… mas Bobby…,” rintih Ika. Telapak tangannya memegang kedua lengan tanganku seolah mencari pegangan di batang pohon karena takut jatuh ke bawah.
lbarat pembalap, aku mengayuh sepeda balapku dengan semakin cepatnya. Bedanya, dibandingkan dengan pembalap aku lebih beruntung. Di dalam “mengayuh sepeda” aku merasakan keenakan yang luar biasa di sekujur kontholku. Sepedaku pun mempunyai daya tarik tersendiri karena mengeluarkan rintihan-rintihan keenakan yang tiada terkira.
“Mas Bob… ah-ah-ah-ah-ah… Enak mas Bob, enak… Ah-ah-ah-ah-ah… Mau keluar mas Bob… mau keluar… ah-ah-ah-ah-ah… sekarang ke-ke-ke…”
Tiba-tiba kurasakan kontholku dijepit oleh dinding memek Ika dengan sangat kuatnya. Di dalam memek, kontholku merasa disemprot oleh cairan yang keluar dari memek Ika dengan cukup derasnya. Dan telapak tangan Ika meremas lengan tanganku dengan sangat kuatnya. Mulut sensual Ika pun berteriak tanpa kendali:
“…keluarrr…!”
Mata Ika membeliak-beliak. Sekejap tubuh Ika kurasakan mengejang.
Aku pun menghentikan genjotanku. Kontholku yang tegang luar biasa kubiarkan diam tertanam dalam memek Ika. Kontholku merasa hangat luar biasa karena terkena semprotan cairan memek Ika. Kulihat mata Ika kemudian memejam beberapa saat dalam menikmati puncak orgasmenya.
Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tangannya pada lenganku perlahan-lahan mengendur. Kelopak matanya pun membuka, memandangi wajahku. Sementara jepitan dinding memeknya pada kontholku berangsur-angsur melemah. walaupun kontholku masih tegang dan keras. Kedua kaki Ika lalu kuletakkan kembali di atas kasur dengan posisi agak membuka. Aku kembali menindih tubuh telanjang Ika dengan mempertahankan agar kontholku yang tertanam di dalam memeknya tidak tercabut.
“Mas Bob… kamu luar biasa… kamu membawaku ke langit ke tujuh,” kata Ika dengan mimik wajah penuh kepuasan. “Kak Dai dan pacar-pacarku yang dulu tidak pernah membuat aku ke puncak orgasme seperti ml. Sejak Mbak Dina tinggal di sini, Ika suka membenarkan mas Bob saat berhubungan dengan Kak Dai.”
Aku senang mendengar pengakuan Ika itu. berarti selama aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku selalu membayangkan kemolekan tubuh Ika dalam masturbasiku, sementara dia juga membayangkan kugeluti
dalam onaninya. Bagiku. Dina bagus dijadikan istri dan ibu anak-anakku kelak, namun tidak dapat dipungkiri bahwa tubuh aduhai Ika enak digeluti dan digenjot dengan penuh nafsu.
“Mas Bob… kamu seperti yang kubayangkan. Kamu jantan… kamu perkasa… dan kamu berhasil membawaku ke puncak orgasme. Luar biasa nikmatnya…”
Aku bangga mendengar ucapan Ika. Dadaku serasa mengembang. Dan bagai anak kecil yang suka pujian, aku ingin menunjukkan bahwa aku lebih perkasa dari dugaannya. Perempuan Sunda ini harus kewalahan menghadapi genjotanku. Perempuan Sunda ini harus mengakui kejantanan dan keperkasaanku. Kebetulan aku saat ini baru setengah perjalanan pendakianku di saat Ika sudah mencapai orgasmenya. Kontolku masih tegang di dalam memeknya. Kontolku masih besar dan keras, yang haruss menyemprotkan pelurunya agar kepalaku tidak pusing.
Aku kembali mendekap tubuh mulus Ika, yang di bawah sinar lampu kuning kulit tubuhnya tampak sangat mulus dan licin. Kontholku mulai bergerak keluar-masuk lagi di memek Ika, namun masih dengan gerakan perlahan. Dinding memek Ika secara berargsur-angsur terasa mulai meremas-remas kontholku. Terasa hangat dan enak. Namun sekarang gerakan kontholku lebih lancar dibandingkan dengan tadi. Pasti karena adanya cairan orgasme yang disemprotkan oleh memek Ika beberapa saat yang lalu.
“Ahhh… mas Bob… kau langsung memulainya lagi… Sekarang giliranmu… semprotkan air manimu ke dinding-dinding memekku… Sssh…,” Ika mulai mendesis-desis lagi.
Bibirku mulai memagut bibir merekah Ika yang amat sensual itu dan melumat-lumatnya dengan gemasnya. Sementara tangan kiriku ikut menyangga berat badanku, tangan kananku meremas-remas payudara montok Ika serta memijit-mijit putingnya, sesuai dengan mama gerak maju-mundur kontholku di memeknya.
“Sssh… sssh… sssh… enak mas Bob, enak… Terus… teruss… terusss…,” desis bibir Ika di saat berhasil melepaskannya dari serbuan bibirku. Desisan itu bagaikan mengipasi gelora api birahiku.
Sambil kembali melumat bibir Ika dengan kuatnya, aku mempercepat genjotan kontholku di memeknya. Pengaruh adanya cairan di dalam memek Ika, keluar-masuknya konthol pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret…” Mulut Ika di saat terbebas dari lumatan bibirku tidak henti-hentinya mengeluarkan rintih kenikmatan,
“Mas Bob… ah… mas Bob… ah… mas Bob… hhb… mas Bob… ahh…”
Kontholku semakin tegang. Kulepaskan tangan kananku dari payudaranya. Kedua tanganku kini dari ketiak Ika menyusup ke bawah dan memeluk punggung mulusnya. Tangan Ika pun memeluk punggungku dan mengusap-usapnya. Aku pun memulai serangan dahsyatku. Keluar-masuknya kontholku ke dalam memek Ika sekarang berlangsung dengan cepat dan berirama. Setiap kali masuk, konthol kuhunjamkan keras-keras agar menusuk memek Ika sedalam-dalamnya. Dalam perjalanannya, batang kontholku bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding memek Ika. Sampai di langkah terdalam, mata Ika membeliak sambil bibirnya mengeluarkan seruan tertahan, “Ak!” Sementara daging pangkal pahaku bagaikan menampar daging pangkal pahanya sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar memek, konthol kujaga agar kepalanya yang mengenakan helm tetap tertanam di lobang memek. Remasan dinding memek pada batang kontholku pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir memek yang mengulum batang kontholku pun sedikit ikut tertarik keluar, seolah tidak rela bila sampai ditinggal keluar oleh batang kontholku. Pada gerak keluar ini Bibir Ika mendesah, “Hhh…”
Aku terus menggenjot memek Ika dengan gerakan cepat dan menghentak-hentak. Remasan yang luar biasa kuat, hangat, dan enak sekali bekerja di kontholku. Tangan Ika meremas punggungku kuat-kuat di saat kontholku kuhunjam masuk sejauh-jauhnya ke lobang memeknya. beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kontholku dan memek Ika menimbulkan bunyi srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrtt… Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecil yang merdu yang keluar dari bibir Ika:
“Ak! Uhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…”
Kontholku terasa empot-empotan luar biasa. Rasa hangat, geli, dan enak yang tiada tara membuatku tidak kuasa menahan pekikan-pekikan kecil:
“lka… Ika… edan… edan… Enak sekali Ika… Memekmu enak sekali… Memekmu hangat sekali… edan… jepitan memekmu enak sekali…”
“Mas Bob… mas Bob… terus mas Bob rintih Ika, “enak mas Bob… enaaak… Ak! Ak! Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…”
Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti segenap penjuru kontholku. Gatal yang enak sekali. Aku pun mengocokkan kontholku ke memeknya dengan semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dalam, kontholku berusaha menusuk lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. Rasa gatal dan rasa enak yang luar biasa di konthol pun semakin menghebat.
“Ika… aku… aku…” Karena menahan rasa nikmat dan gatal yang luar biasa aku tidak mampu menyelesaikan ucapanku yang memang sudah terbata-bata itu.
“Mas Bob… mas Bob… mas Bob! Ak-ak-ak… Aku mau keluar lagi… Ak-ak-ak… aku ke-ke-ke…”
Tiba-tiba kontholku mengejang dan berdenyut dengan amat dahsyatnya. Aku tidak mampu lagi menahan rasa gatal yang sudah mencapai puncaknya. Namun pada saat itu juga tiba-tiba dinding memek Ika mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan enak sekali itu. aku tidak mampu lagi menahan jebolnya bendungan dalam alat kelaminku.
Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kontholku terasa disemprot cairan memek Ika, bersamaan dengan pekikan Ika, “…keluarrrr…!” Tubuh Ika mengejang dengan mata membeliak-beliak.
“Ika…!” aku melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuh Ika sekuat-kuatnya, seolah aku sedang berusaha rnenemukkan tulang-tulang punggungnya dalam kegemasan. Wajahku kubenamkan kuat-kuat di lehernya yang jenjang. Cairan spermaku pun tak terbendung lagi.
Crottt! Crott! Croat! Spermaku bersemburan dengan derasnya, menyemprot dinding memek Ika yang terdalam. Kontholku yang terbenam semua di dalam kehangatan memek Ika terasa berdenyut-denyut.
Beberapa saat lamanya aku dan Ika terdiam dalam keadaan berpelukan erat sekali, sampai-sampai dari alat kemaluan, perut, hingga ke payudaranya seolah terpateri erat dengan tubuh depanku. Aku menghabiskan sisa-sisa sperma dalam kontholku. Cret! Cret! Cret! Kontholku menyemprotkan lagi air mani yang masih tersisa ke dalam memek Ika. Kali ini semprotannya lebih lemah.
Perlahan-lahan tubuh Ika dan tubuhku pun mengendur kembali. Aku kemudian menciumi leher mulus Ika dengan lembutnya, sementara tangan Ika mengusap-usap punggungku dan mengelus-elus rambut kepalaku. Aku merasa puas sekali berhasil bermain seks dengan Ika. Pertama kali aku bermain seks, bidadari lawan mainku adalah perempuan Sunda yang bertubuh kenyal, berkulit kuning langsat mulus, berpayudara besar dan padat, berpinggang ramping, dan berpinggul besar serta aduhai. Tidak rugi air maniku diperas habis-habisan pada pengalaman pertama ini oleh orang semolek Ika.
“Mas Bob… terima kasih mas Bob. Puas sekali saya. indah sekali… sungguh… enak sekali,” kata Ika lirih.
Aku tidak memberi kata tanggapan. Sebagai jawaban, bibirnya yang indah itu kukecup mesra. Dalam keadaan tetap telanjang, kami berdekapan erat di atas tempat tidur pacarku. Dia meletakkan kepalanya di atas dadaku yang bidang, sedang tangannya melingkar ke badanku. Baru ketika jam dinding menunjukkan pukul 22:00, aku dan Ika berpakaian kembali. Ika sudah tahu kebiasaanku dalam mengapeli Dina, bahwa pukul 22:00 aku pulang ke tempat kost-ku sendiri.
Sebelum keluar kamar, aku mendekap erat tubuh Ika dan melumat-lumat bibirnya beberapa saat.
“Mas Bob… kapan-kapan kita mengulangi lagi ya mas Bob… Jangan khawatir, kita tanpa Ikatan. Ika akan selalu merahasiakan hal ini kepada siapapun, termasuk ke Kak Dai dan Mbak Dina. Ika puas sekali bercumbu dengan mas Bob,” begitu kata Ika.
Aku pun mengangguk tanda setuju. Siapa sih yang tidak mau diberi kenikmatan secara gratis dan tanpa ikatan? Akhirnya dia keluar dari kamar dan kembali masuk ke rumahnya lewat pintu samping. Lima menit kemudian aku baru pulang ke tempat kost-ku.

sumber www.facebook.com

Cerita Porno Dengan Keponakan Pembantu

Cerita Porno ini mayan juga broo .....

Kisah ini kembali terulang ketika keluarga gw membutuhkan seorang pembantu lagi. Kebetulan saat itu mbak Dian menganjurkan agar keponakannya Rini yang bekerja disini, membantu keluarga ini. Mungkin menurut ortu gw dari pada susah susah cari kesana kesini, gak pa pa lah menerima tawaran Dian ini. Lagian dia juga sudah cukup lama berkerja pada keluarga ini. Mungkin malah menjadi pembantu kepercayaan keluarga kami ini.Akhirnya ortu menyetujui atas penawaran ini dan mengijinkan keponakannya untuk datang ke Jakarta dan tinggal bersama dalam keluarga ini.Didalam pikiran gw gak ada hal yang akan menarik perhatian gw kalau melihat keponakannya. “Paling paling anaknya hitam, gendut, trus jorok. Mendingan sama bibinya aja lebih enak kemutannya.” Pikir gw dalam hati.Sebelum kedatangan keponakannya yang bernama Rini, hampir setiap malam kalau anggota keluarga gw sudah tidur lelap. Maka pelan pelan gw ke kamar belakang yang memang di sediakan keluarga untuk kamar tidur pembantu.

Pelan pelan namun pasti gw buka pintu kamarnya, yang memang gw tahu mbak Dian gak pernah kunci pintu kamarnya semenjak kejadian itu. Ternyata mbak Dian tidur dengan kaki mengangkang seperti wanita yang ingin melahirkan. Bagaimanapun juga setiap gw liat selangkangannya yang di halus gak di tumbuhi sehelai rambutpun juga. Bentuknya gemuk montok, dengan sedikit daging kecil yang sering disebut klitoris sedikit mencuat antara belahan vagina yang montok mengiurkan kejantanan gw. Perlahan lahan gw usap permukaan vagina mbak Dian yang montok itu, sekali kali gw sisipin jari tengah gw tepat ditengah vaginanya dan gw gesek gesekan hingga terkadang menyentuh klitorisnya. Desahan demi desahan akhirnya menyadarkan mbak Dian dari tidurnya yang lelap.

“mmmm....sssshh.....oooohh, Donn... kok gak bangun mbak sih. Padahal mbak dari tadi tungguin kamu, sampai mbak ketiduran.” Ucap mbak Dian sama gw setelah sadar bahwa vaginanya disodok sodok jari nakal gw. Tapi mbak Dian gak mau kalah, tanpa diminta mbak Dian tahu apa yang gw paling suka.Dengan sigap dia menurunkan celana pendek serta celana dalam gue hingga dengkul, karena kejantanan gw sudah mengeras dan menegang dari tadi.Mbak Dian langsung mengenggam batang kejantanan gw yang paling ia kagumi semenjak kejadian waktu itu.Dijilat jilat dengan sangat lembut kepala kejantanan gw, seakan memanjakan kejantanan gw yang nantinya akan memberikan kenikmatan yang sebentar lagi ia rasakan. Tak sesenti pun kejantanan gw yang gak tersapu oleh lidahnya yang mahir itu. Dikemut kemut kantong pelir gw dengan gemasnya yang terkadang menimbulkan bunyi bunyi “plok.. plok”. Mbak Dian pun gak sungkan sungkan menjilat lubang dubur gw. Kenikmatan yang mbak Dian berikan sangat diluar perkiraan gw malam itu.

“Mbak....uuuh. enak banget mbak. Trus mbak nikmatin kont*l saya mbak.” Guyam gw yang udah dilanda kenikmatan yang sekarang menjalar.

Semakin ganas mbak Dian menghisap kont*l gw yang masuk keluar mulutnya, ke kanan kiri sisi mulutnya yang mengesek susunan giginya. Kenikmatan yang terasa sangat gak bisa gw ceritain, ngilu. Hingga akhirnya pangkal unjung kont*l gw terasa ingin keluar.

“Mbak... Donny mau keluar nih...” sambil gw tahan kont*l gw didalam mulutnya, akhirnya gw muncratin semua sperma didalam mulut mungil mbak Dian yang berbibir tipis itu.“Croot... croot... Ohhh... nikmat banget mbak mulut mbak ini, gak kalah sama mem*k mbak Dian. Namun kali ini mbak Dian tanpa ada penolakan, menerima muncratan sperma gw didalam mulutnya. Menelan habis sperma yang ada didalam mulutnya hingga tak tersisa. Membersihkan sisa sperma yang meleleh dari lubang kencing gw. Tak tersisa setetespun sperma yang menempel di batang kont*l gw. Bagaikan wanita yang kehausan di tengah padang gurun sahara, mbak Dian menyapu seluruh batang kont*l gw yang teralirkan sperma yang sempat meleleh keluar dari lubang kencing gw.

Lalu dengan lemas aku menindih tubuhnya dan berguling ke sisinya. Merebahkan tubuh gw yang sudah lunglai itu dalam kenikmatan yang baru tadi gue rasakan.“Donn... mem*k mbak blom dapet jatah... mbak masih pengen nih, nikmatin sodokan punya kamu yang berurat panjang besar membengkak itu menyanggah di dalam mem*k mbak....” pinta mbak Dian sambil memelas. Mengharapkan agar gw mau memberikannya kenikmatan yang pernah ia rasakan sebelumnya.“Tenang aja mbak... mbak pasti dapat kenikmatan yang lebih dari pada sebelumnya, karena punya saya lagi lemes, jadi sekarang mbak isep lagi. Terserak mbak pokoknya bikin adik saya yang perkasa ini bangun kembali. Oke.”

Tanpa kembali menjawab perintah gw. Dengan cekatan layaknya budak seks. Mbak Dian menambil posisi kepalanya tepat di atas kont*l gw, kembali mbak Dian menghisap hisap. Berharap keperkasaan gw bangun kembali. Segala upaya ia lakukan, tak luput juga rambut halus yang tumbuh mengelilingi batang kont*l gw itu dia hisap hingga basah lembab oleh air ludahnya.Memang gw akuin kemahiran pembantu gw yang satu ini hebat sekali dalam memanjakan kont*l gw didalam mulutnya yang seksi ini. Alhasil kejantanan gw kembali mencuat dan mengeras untuk siap bertempur kembali.Lalu gw juga gak mau lama lama seperti ini. Gw juga mau merasakan kembali kont*l gw ini menerobos masuk ke dalam mem*knya yang montok gemuk itu. Mengaduk ngaduk isi mem*knya.Gw memberi aba aba untuk memulai ke tahap yang mbak Dian paling suka. Dengan posisi women on top, mbak Dian mengenggam batang kont*l gue. Menuntun menyentuh mem*knya yang dari setadi sudah basah. kont*l gw di gesek gesek terlebih dahulu di bibir permukaan mem*knya. Menyentuh, mengesek dan membelah bibir mem*knya yang mengemaskan. Perlahan kont*l gw menerobos bibir mem*knya yang montok itu. Perlahan lahan kont*l gw seluruhnya terbenam didalam liang kenikmatannya. Goyangan pinggulnya mbak dian membuat gw nikmat banget. Semakin lama semakin membara pinggul yang dihiasi bongkahan pantat semok itu bergoyang mempermainkan kont*l gw yang terbenam didalam mem*knya.

“uh... Donn. Punya kamu perkasa banget sih. Nikmat banget....” dengan mimik muka yang merem melek menikmati hujaman kont*l gw ke dalam liang senggamanya.

“mem*k mbak Dian juga gak kalah enaknya. Bisa pijit pijit punya saya... mem*k mbak di apain sih... kok enak banget.”

“Ih... mau tahu aja. Gak penting diapain. Yang penting kenikmatan yang diberikan sama mem*k mbak sama kamu Donn....” sahut mbak Dian sambil mencubit pentil tetek gw.

“Donn... ooohh.... Donn.... mbak mmmmauu kluuuuaaarr... ooohh.” Ujar mbak Dian sambil mendahakkan kepalanya ke atas, berteriak karena mencapai puncak dari kenikmatannya. Dengan lunglai mbak Dian ambruk merebahkan tubunya yang telanjang tepat di atas badan gw. Untung saja posisi kamar mbak Dian jauh dari kamar kamar saudara dan ortu gw. Takutnya teriakan tadi membangunkan mereka dan menangkap basah persetubuhan antara pembantu dengan anak majikannya. Gak kebayang deh jadinya kayak apa.Lalu karena gw belum mencapai kenikmatan ini, maka dengan menyuruh mbak Dian mengangkatkan pantatnya sedikit tanpa harus mengeluarkan batang kont*l gw dari dalam liang kenikmatannya. Masih dengan posisi women on top. Kembali kini gue yang menyodok nyodok mem*knya dengan bringas. Sekarang gw gak perduli suara yang keluar dari mulut mbak Dian dalam setiap sodokan demi sodokan yang gw hantam kedalam mem*knya itu.

“Donn.... kamu kuat banget Donn... aaah... uuuhhh... ssshhhh.... ooohhh...” erangan demi erangan keluar silih berganti bersama dengan keringat yang semakin mengucur di sekujur badan gw dan mbak Dian.“Truuuus... Donn... sodok trusss mem*k mbak Doooonn. Jangan perduliin hantam truuuss.” Erangan mbak Dian yang memerintah semakin membuat darah muda gw semakin panas membara. Sekaligus semakin membuat gw terangsang.“Suka saya ent*t yah mbak... kont*l saya enak’kan... hhmmm.” Tanya gw memancing birahinya untuk semakin meningkat lagi.“hhhhhmmmm... suka....sssshhh... banget Donn. Suka banget.” Kembali erangannya yang tertahan itu terdengar bersama dengan nafasnya yang menderu dera karena nafsu birahinya kembali memuncak.“Bilang kalau mbak Dian adalah budak seks Donny.” Perintah gw.“Mbak budak seks kamu Donn, mbak rela meskipun kamu perkosa waktu itu.... Ohhhh... nikmatnya kont*l kamu ini Donn.”

Semakin kencang kont*l gw ent*tin mem*knya mbak Dian. Mungkin seusai pertempuran ranjang ini mem*knya mbak Dian lecet lecet karena sodokan kont*l gw yang tak henti hentinya memberikan ruang untuk istirahat.Merasa sebentar lagi akan keluar, maka gw balikkan posisi tubuh mbak Dian dibawah tanpa harus mengeluarkan kont*l yang sudah tertanam rapi didalam mem*knya. Gw peluk dia trus gw balikin tubuhnya kembali ke posisi normal orang melakukan hubungan badan.Gw buka lebar lebar selangkangan mbak Dian dan kembali memompa mem*k mbak Dian. Terdengar suara suara yang terjadi karena beradunya dua kelamin berlainan jenis. “plok... plok...” semakin kencang terdengar dan semakin cepat daya sodokan yang gw hantam ke dalam liang vaginanya. Terasa sekali bila dalam posisi seperti ini, kont*l gw seperti menyentuh hingga rahimnya. Setiap di ujung hujangan yang gw berikan. Maka erangan mbak Dian yang tertahan itu mengeras.

Sampai saatnya terasa kembali denyut denyutan yang semula gw rasakan, namun kali ini denyut itu semakin hebat. Seakan telah di ujung helm surga gw. Gw tahan gak mau permainan ini cepat cepat usai. Setiap mau mencapai puncaknya. Gw pendam dalam dalam kont*l gw di dalam lubang senggamanya mbak Dian.

Tiba tiba rasa nikmat ini semakin.... ooohhh....ssshhhh..

sumber www.facebook.com

Minggu, 18 Maret 2012

Cerita Seks Siswi SMU

Cerita Seks Siswi SMU ini merupakan kisah nyata seorang anggota forum . Kejadian ini terjadi pada saat aku kelass 3 SMA dan baru jadian sekitar 3 bulanan dengan Vina. Saat itu kota “S” sedang musim hujan dan saat pulang sekolah hari sudah sangat mendung. Aku yang saat itu belum kos dan masih numpang di rumah sepupuku berniat mengajak Vina nonton film di rumah yang kebetulan sedang sepi karena sepupuku sedang keluar kota beberapa hari.

Jaman itu masih VCD dan belum ada DVD, kami sengaja meminjam film2 drama remaja yang sedang ramai di bioskop (maklum di kota “S” tidak ada bioskop jadi cuma bisa nonton di VCD). Setelah meminjam beberapa VCD dan membeli beberapa makanan ringan, aku segera membonceng Vina di motor tuaku menuju rumah sepupuku. Beruntung kami tiba sebelum hujan deras datang yang tiba2 turun setelah kami masuk kedalam rumah.Segera saja aku putar film pertama tanpa berganti pakaian, saat itu kami masih mengenakan seragam abu2 SMA. Aku duduk di sofa sementara Vina duduk disampingku sambil mengunyah makanan ringan yang kami beli. Saat film sudah diputar Vina nampaknya serius mengikuti film drama remaja tersebut sementara aku sebentar2 melirik Vina sambil memandang wajah manisnya dan agak sedikit nakal aku lirik celah2 seragam SMA-nya di bagian teteknya yang mungil. Sambil berpikiran nakal aku turun dari sofa dan duduk di lantai karpet bersandar ke kaki sofa, aku ajak Vina duduk didepanku dan aku peluk dari belakang. Sambil mengunyah makanan Vina bersandar manja didadaku dan menikmati cerita film yang diputar, aku sendiri tidak konsen menonton film karena saat itu aku sibuk melirik belahan dada Vina dibalik seragam SMA-nya dan aku pun mulai beraksi.

Tanganku memeluk Vina sambil menghusap perutnya yang rata dan sesekali aku ciumi rambut panjangnya yang wangi, Vina nampaknya lebih berkonsentrasi menonton film daripada memperhatikan aksiku. Tak puas hanya menghusap perutnya dibalik seragam SMA-nya itu, tanganku mulai menghusap teteknya dari luar perlahan….tanganku sedikit gemetar karena itu pertama kali aku menyentuh tetek mungil Vina walau dari luar. Ehm….nampaknya Vina tidak sadar atau sengaja berkonsentrasi dengan film yang sedang diputar….kesempatan itu aku tidak sia2kan. Kedua tanganku kini menghusap2 kedua tetek mungil Vina yang masih berbalut seragam SMA-nya…..teteknya sangat hangat dan kenyal setelah aku remas perlahan beberapa kali. Vina mendesah perlahan saat kedua teteknya aku remas pelan2 dan aku ciumi rambutnya dari belakang…..dia tidak berkomentar sedikitpun dan masih asik atau puar2 asik melihat film tersebut. Sementara tangan kiriku menggegam teteknya yang hangat, kenyal, dan tidak seberapa besar tersebut, tangan kananku mulai menghusap paha kanannya sambil menyibakkan rok abu2nya…..Vina menanggapi hal itu dengan meremas pahaku dan tangannya aku arahkan untuk meremas-remas kontolku yang sudah tegang daritadi. Tangan kananku bergerilya dibalik rok SMA-nya, pahanya mulus dan hangat sekali…..tanganku mulai naik menuju memeknya dan menghusap memeknya dibalik CD putih katunnya….tiba2 Vina berbalik kearahku dan mencium bibirku….bibir merahnya mengulum bibirku dan aku pun membalasnya dengan penuh nafsu…sesekali aku hisap lidahnya dan membuat dia sedikit sulit bernafas….dia menarik bibirnya dari bibirku dan berkata “kamu lagi pengen ya?aku gamau ml dulu sayang…maaf ya” Aku mengangguk perlahan sambil berkata “sial!” dalam hati…..”Iya sayang aku lg pengen tapi kalo kamu belum siap gakpapa kok…tapi kamu puasin aku ya”.

Aku kembali duduk di sofa dan minta Vina duduk diatasku sambil menghadapku…..Vina memegang kepalaku dengan lembut dan kembali kita saling berciuman bibir dengan nafsu memburu…sementara kedua tanganku menghusap paha mulusnya yang sedikit terbuka karena posisi duduknya yang mengangkang diatas pahaku. Lama bibir dan lidah kita saling mengulum…dan aku mulai membuka kancing seragam SMA-nya satu persatu sambil sesekali menciumi bagian atas teteknya yang mulus namun mungil itu. Setelah kancing seragam SMA-nya terbuka semua…aku sibakkan BH-nya keatas untuk melihat gundukan Indah dibalinya…aku sempat menelan ludah sebentar menahan gemas bentuk teteknya yang bulat mungil namun menggemaskan itu…putingnya mungil sekali dan berwarna coklat kemerahan…segera aku netek di putting susunya dan melumatnya mulai dari lembut sampai sedikit kasar. Aku netek bergantian hingga kedua putingnya yang mengeras sedikit bengkak karena sedotan dan lumatanku. Puas dengan kedua putingnya, aku gigit daerah sekitar putingnya di teteknya dan aku sedot dalam2 hingga memar dan aku buat beberapa tanda merah2 di teteknya yang menggemaskan itu…Vina menggigit bibirnya saat puting dan teteknya aku lumat habis2an….sesekali dia menjambak rambutku dengan lembut sambil berkata “pelan2 sayang…”. Kontolku yang mengeras sejak tadi tampaknya butuh sentuhan juga nih…aku minta Vina berlutut dihadapanku dan segera aku keluarkan kontolku dihadapannya….tangan mulus mungilnya aku minta genggam tititku dan mengocoknya dengan lembut…”titit kamu gede banget sayang…..aku boleh kulum gak?”…tiba2 Vina bertanya seperti itu dengan nakalnya…tanpa basa-basi segera aku iyakan dan kini dia sibuk mengulum kontolku yang agak super sehingga mulutnya yang mungil nampaknya tak mampu menampung seluruh kontolku. Sesekali aku usap rambutnya sambil aku merem melek keenakkan….kuluman Vina memang tidak seenak mantanku terdahulu namun cara dia menggenggam dan mengocok kontolku sangat luar biasa…enaknya. Tanpa terasa kontolku mulai bergemuruh dan tampaknya Vina mengetahui hal itu “kamu mau keluarin dimana? Ditetekku yang habis kamu lumat ini aja ya…??”…kocokan Vina semakin cepat sementara Vina merapatkan teteknya yang penuh memar merah hisapanku ke kontolku…seorang wanita berseragam SMA dengan tetek penuh memar yang terpampang terbuka itu kini menatapku dengan nakal melihat ekspresi wajahku yang menahan gemuruh menahan klimaksku......dan croootttttt!!! segera saja spermaku muncrat diteteknya dan sedikit mengenai seragam SMA-nya....tetek Vina penuh dengan sperma dan tangannya masih menggenggam kontolku dengan lembut.....itulah pengalaman Vina dengan seragam SMA-nya yang terus berlanjut hingga kami kuliah....

sumber www.facebook.com

Pemuas Nafsu Adik Tanteku

Cerita Panas.Sudah menjadi cita-citanya sejak kecil untuk bisa duduk di bangku perguruan tinggi. Apalagi kenyataan yang ada di kampungnya, masih dengan mudah dihitung dengan jari orang-orang yang telah duduk di bangku perguruan tinggi. Bukan karena tidak ada kemauan, tetapi dari semua itu dikarenakan kebanyakan dari mereka keluarga yang sangat sederhana dan rata-rata berada digaris kemiskinan. Selain itu jarak antara perguruan tinggi yang ada sangat jauh, sehingga bila ada yang berkeinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi harus berganti mobil angkot minimal lima kali, itu juga dengan bantuan kendaraan roda dua yaitu ojeg.
Sangat beruntung bagi Arie bisa sampai menyelesaikan pendidikan di bangku SMA. Tapi lepas dari SMA kebingungan menyertainya, karena tidak tahu harus bagaimana lagi setelah menyelesaikan pendidikan SMA. Keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi tetap besar. Namun semua itu tentunya sangat berhubungan dengan biaya. Apalagi kalau kuliahnya harus pulang pergi, tentunya biaya akan lebih tinggi dibandingkan dengan biaya kuliahnya. Dengan segala kegelisahan yang ada, akhirnya semuanya diceritakan di hadapan kedua orang tuanya. Mereka dengan penuh bijaksana menerangkan semua kemungkinan yang akan terjadi dari kemungkinan kekurangan uang dengan akan menjual sepetak sawah. Sampai dengan alternatif untuk tinggal di rumah kakak ibunya.
Mendengar antusiasnya kedua orang tuanya, membuat semangat Arie bertambah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Memang keluarganya bisa dikatakan mapan untuk ukuran orang-orang yang ada di kampung itu. Kedua orang tuanya memiliki beberapa petak sawah dan menjadi salah satu tokoh di kampung itu.
“Arie..” sapa ibunya ketika Arie sedang merapikan beberapa pakaian untuk dibawa ke kota. Ini ada surat dari ayahmu untuk Oom di kota nanti. Sebuah surat yang mungkin penegasan dari ayah Arie untuk menyakinkan bahwa anaknya akan tinggal untuk sementara waktu di rumah Oomnya. Sebetulnya orang tua Arie sudah menelepon Tuan Budiman tetapi karena Tuan Budiman dan Arie sangat jarang sekali bertemu maka orang tua Arie memberikan surat penegasan bahwa anaknya akan tinggal di Bandung, di rumah Oomnya untuk sementara waktu.
Oomnya yang bernama Budiman memang paling kaya dari keluarga ibunya yang terdiri dari empat keluarga. Oomnya yang tinggal di Bandung dan mempunyai beberapa usaha dibidang jasa, percetakan sampai dengan sebuah surat kabar mingguan dan juga bisnis lainnya yang sangat berhasil.
Hubungan antara Oomnya yang bernama Budiman dan kedua orang tua Arie sebetulnya tidak ada masalah, hanya karena kedua orang tua Arie yang sering memberikan nasehat karena kelakuan Oomnya yang sering berganti-ganti istri dan akibat dari berganti-ganti istri itu sehingga anak-anaknya tercecer di mana-mana. Menurut ibu Arie, Oomnya telah berganti istri sampai dengan empat kali dan sekarang ia sedang menduda. Dari keempat istri tersebut Budiman dianugerahi empat anak, dua dari istri yang pertama dan duanya lagi dari istri-istri yang kedua dan ketiga sedang dari istri yang keempat Om Budiman tidak mempunyai anak.
Anak Om Budiman yang paling bungsu di bawah Arie dua tahun dan ia masih SMA di Bandung. Jadi usia Om Budiman kira-kira sekarang berada diatas limapuluh tahun.
Sesampainya di kota Bandung yang begitu banyak aktivitas manusia, Arie langsung masuk ke sebuah kantor yang bertingkat tiga. Kedatangannya ke kantor itu disambut oleh kedua satpam yang menyambutnya dengan ramah. Belakangan diketahui namannya Asep dari papan nama yang dikenakan di bajunya.
“Selamat siang Pak,” Tegur Arie kepada salah satu satpam yang ada dua orang.“Selamat siang Dik, ada yang bisa dibantu,” jawab satpam yang bernama Asep.“Anu Pak, apa Bapak Budiman ada?”“Bapak Budiman yang mana Dik,” tegas satpam Asep, karena melihat suatu keraguan bahwa tidak mungkin bosnya ada bisnis dengan anak kecil yang baru berumur dua puluh tahunan.“Anu Pak, apa ini PT. Rido,” tanya Arie menyusul keraguan satpam. Karena sebetulnya Arie juga belum pernah tahu di mana kantor-kantor Oomnya itu, apalagi bisnis yang digelutinya.“Iya.. Benar Dik, dan Bapak Budiman itu adalah pemilik perusahaan ini,” tegas satpam Asep menjelaskan tentang keberadaan PT.Rido dan siapa pemiliknya.“Adik ini siapa,” tanya satpam kepada Arie, sambil mempersilakan duduk di meja lobby bawah.“Saya Arie Pak, keponakan dari Bapak Budiman dari desa Gunung Heulang.”“Keponakan,” tegas satpam, sambil terus mengangkat telepon menghubungi Pak Dadi kepercayaan Tuan Budiman.
Selang beberapa menit kemudian Pak Dadi datang menghampiri Arie sambil memberikan selamat datang di kota Bandung. “Arie.. Apa masih ingat sama Bapak,” kata Pak Dadi sambil duduk seperti teman lama yang baru ketemu.Mimik Arie jadi bingung karena orang yang datang ini ternyata sudah mengenalnya.“Maaf Pak, Arie Sudah lupa dengan Bapak,” kata Arie sambil terus mengigat-ingat.Pak Dadi terus menerangkan dirinya, “Saya yang dulu sering mancing bersama Tuan Budiman ketika Arie berumur kurang lebih lima tahun.”Arie jadi bingung, “Wah, Bapak bisa saja.. mana saya ingat Pak, itu kan sudah bertahun-tahun.”
Selanjutnya obrolan dengan Pak Dadi yang belakangan ini diketahui selain kepercayaan di kantor, ia juga sebagai tangan kanan Tuan Budiman. Bapak Dadi mengetahui apa pun tentang Tuan Budiman. Kadangkala anak Om Budiman sering minta uang pada Pak Dadi bila ternyata Om Budiman sedang keluar kota. Malah belakangan ini Om Budiman membeli sebuah rumah dan di belakangnya dibuat lagi rumah yang tidak kalah besarnya untuk Pak Dadi dan istrinya sedangkan yang depan dipakai oleh istri mudanya yang kurang lebih baru berumur 35 tahun.
“Aduh Dik Arie, Bapak tadi dapat perintah dari Tuan Budiman bahwa ia tidak dapat menemani Dik Arie karena harus pergi ke Semarang untuk urusan bisnis. Dan saya diperintahkan untuk mencukupi keperluan Dik Arie. Nah, sekarang kamu mau langsung pulang atau kita jalan-jalan dulu,” sambung Pak Dadi melihat ekpresi Arie yang sedikit kecewa karena ketakutan akan tempat tinggal. Melihat gelagat itu Pak Dadi langsung berkomentar, “Jangan takut Dik Arie pokoknya kamu tidak akan ada masalah,” tegur Pak Dadi sambil menegaskan akan tidur dimana dan akan kuliah dimana, itu semunya telah diaturnya karena mempunyai uang dan uang sangat berkuasa dibidang apapun.
Mendengar itu Arie menjadi tersenyum, sambil melihat-lihat orang yang berlalu lalang di depanya. Kebetulan pada saat itu jam masuk karyawan sudah dimulai. Begitu banyak karyawati yang cantik-cantik ditambah lagi dengan penampilannya yang mengunakan rok mini. Keberadaan Arie sebagai keponakan dari pemilik perusahan itu sudah tersebar dengan cepatnya. Ditambah lagi dengan postur badan Arie yang atletis dan wajah yang gagah membuat para karyawati semakin banyak yang tersenyum bila melewati Arie dan Pak Dadi yang sedang asyik ngobrol.
Mereka tersenyum ketika bertatap wajah dengan Arie dan ia segaja duduk di lobby depan, meskipun tawaran untuk pindah ke lobby tengah terus dilontarkan oleh Pak Dadi karena takut dimarahi oleh Tuan Budiman. Memang tempat lobby itu banyak orang lalu lalang keluar masuk perusahaan, dan semua itu membuat Arie menjadi betah sampai-sampai lupa waktu karena keasyikan cuci mata.
Keasyikan cuci mata terhenti ketika Pak Dadi mengajaknya pulang dengan mengendarai sebuah mobil sedan dengan merek Mesri terbaru, melaju ke sebuah kawasan villa yang terletak di pinggiran kota Bandung. Sebuah pemukiman elit yang terletak di pinggiran Kota Bandung yang berjarak kurang lebih 17 Km dari pusat kota. Sebuah kompleks yang sangat mengah dan dijaga oleh satpam.
Laju mobil terhenti di depan rumah biru yang berlantai dua dengan halaman yang luas dan di belakangnya terdapat satu rumah yang sama megahnya, kolam renang yang cantik menghiasi rumah itu dan sebagai pembatas antara rumah yang sering didiami Om Budiman dan rumah yang didiami Pak Dadi dan Istrinya. Sedangkan pos satpam dan rumah kecil ada di samping pintu masuk yang diisi oleh Mang Ade penjaga rumah dan istrinya Bi Enung yang selalu menyiapkan makanan untuk Nyonya Budiman. Ketika mobil telah berhenti, dengan sigap Mang Ade membawa semua barang-barang yang ada di bagasi mobil. Satu tas penuh dibawa oleh Mang Ade dan itulah barang-barang yang dibawa Arie. Bi Enung membawa ke ruang tamu sambil menyuruhnya duduk untuk bertemu dengan majikannya.
Pak Dadi yang sejak tadi menemaninya, langsung pergi ke rumahnya yang ada di belakang rumah Om Budiman tetapi masih satu pagar dengan rumah Om Budiman. Pak Dadi meninggalkan Arie, sedangkan Arie ditemani oleh Bi Enung menuju ruang tengah. Setelah Tante Rani datang sambil tersenyum menyapa Arie, Bi Enung pun meninggalkan Arie sambil terlebih dahulu menyuruh menyiapkan air minum untuk Arie.
“Tante sudah menunggu dari tadi Arie,” bisiknya sambil menggenggam tangan Arie tanda mengucapkan selamat datang.
“Sampai-sampai Tante ketiduran di sofa”, lanjut Tante Rani yang pada waktu itu menggunakan rok mini warna Merah. Wajah Tante Rani yang cantik dengan uraian rambut sebahu menampakkan sifatnya yang ramah dan penuh perhatian.“Tante sudah tahu bahwa Arie akan datang sekarang dan Tante juga tahu bahwa Om Budiman tidak dapat menemanimu karena dia sedang sibuk.”Obrolan pun mengalir dengan punuh kekeluargaan, seolah-olah mereka telah lama saling mengenal. Tante Rani dengan penuh antusias menjawab segala pertanyaan Arie. Gerakan-gerakan tubuh Tante Rani yang pada saat itu memakai rok mini dan duduk berhadapan dengan Arie membuat Arie salah tingkah karena celana dalam yang berwarna biru terlihat dengan jelas dan gumpalan-gumpalan bulu hitam terlihat indah dan menantang dari balik CD-nya. Paha yang putih dan pinggulnya yang besar membuat kepala Arie pusing tujuh keliling. Meskipun Tante Rani telah yang berumur Kira-kira 35 tahun tapi kelihatan masih seperti gadis remaja.
“Nah, itu Yuni,” kata Tante Rani sambil membawa Arie ke ruang tengah. Terlihat gadis dengan seragam sekolah SMP. Memang ruangan tengah rumah itu dekat dengan garasi mobil yang jumlah mobilnya ada empat buah. Sambil tersenyum, Tante Rani memperkenalkan Arie kepada Yuni. Mendapat teman baru dalam rumah itu Yuni langsung bergembira karena nantinya ada teman untuk ngobrol atau untuk mengerjakan PR-nya bila tidak dapat dikerjakan sendiri. “Nanti Kak Arie tidurnya sama Yuni ya Kak.” Mendapat pertanyaan itu Arie dibuatnya kaget juga karena yang memberikan penawaran tidur itu gadis yang tingginya hampir sama dengan Arie. Adik kakak yang sama-sama mempunyai badan sangat bangus dan paras yang sangat cantik. Lalu Tante Rani menerangkan kelakuan Yuni yang meskipun sudah besar karena badannya yang bongsor padahal baru kelas dua SMP. Mendengar keterangan itu, Arie hanya tersenyum dan sedikit heran dengan postur badannya padahal dalam pikiran Arie, ia sudah menaruh hati pada Yuni yang mempunyai wajah yang cantik dam putih bersih itu.
Setelah selesai berkeliling di rumah Om Budiman dengan ditemani oleh Tante Rani, Arie masuk ke kamarnya yang berdekatan dengan kamar Yuni. Memang di lantai dua itu ada empat kamar dan tiap kamar terdapat kamar mandi. Tante Rani menempati kamar yang paling depan sedangkan Arie memilih kamar yang paling belakang, sedangkan kamar Yuni berhadapan dengan kamar Arie.
Setelah membuka baju yang penuh keringat, Arie melihat-lihat pemandangan belakang rumah. Tanpa sengaja terlihat dengan jelas Pak Dadi sedang memeluk istrinya sambil nonton TV. Tangan kanannya memeluk istrinya yang bermana Astri. Sedangkan tangan kirinya menempel sebatang rokok. Keluarga Pak Dadi dari dulu memang sangat rukun tetapi sampai sekarang belum dikeruniai anak dan menurut salah satu dokter pribadi Om Budiman, Pak Dadi divonis tidak akan mempunyai anak karena di dalam spermanya tidak terdapat bibit yang mampu membuahinya.
Hari-hari selanjutnya Arie semakin kerasan tinggal di rumah Om Budiman karena selain Tante Rani Yang ramah dan seksi, juga kelakuaan Yuni yang menggemaskan dan kadang-kadang membuat batang kemaluan Arie berdiri. Arie semakin tahu tentang keadaan Tante Rani yang sebetulnya sangat kesepian. Kenyataan itu ia ketahui ketika ia dan tantenya berbelanja di suatu toko di pusat kota Bandung yang bernama BIP. Tante Rani dengan mesranya menggandeng Arie, tapi Arie tidak risih karena kebiasaan itu sudah dianggap hal wajar apalagi di depan banyak orang. Tapi yang membuat kaget Arie ketika di dalam mobil, Tante Rani mengatakan bahwa ia sebetulnya tidak bahagia secara batin. Mendengar itu Arie kaget setengah mati karena tidak tahu apa yang harus ia katakan. Tante Rani menceritakan bahwa Om Budiman sekarang itu sudah loyo saat bercinta dengannya.
Arie tambah bingung dengan apa yang harus ia lontarkan karena ia tidak mungkin memberikan kebutuhan itu meskipun selama ini ia sering menghanyalkan bila ia mampu memasukkan burungnya yang besar ke dalam kemaluan Tante Rani. Ketika mobil berhenti di lampu merah, Tante Rani dengan berani tiduran di atas paha Arie sambil terus bercerita tentang kegundahan hatinya selama ini dan dia pun bercerita bahwa cerita ini baru Arie yang mengetahuinya.
Sambil bercerita, lipatan paha Tante Rani yang telentang di atas jok mobil agak terbuka sehingga rok mininya melorot ke bawah. Arie dengan jelas dapat melihat gundukan hitam yang tumbuh di sekitar kemaluan Tante Rani yang terbungkus CD nilon yang sangat transparan itu. Arie menelah ludah sambil terus berusaha menenangkan tantenya yang birahinya mulai tinggi. Ketika Arie akan memindahkan gigi perseneling, secara tidak segaja dia memegang buah dada tantenya yang telah mengeras dan saat itu pula bibir tantenya yang merekah meminta Arie untuk terus merabanya.
Arie menghentikan mobilnya di pinggir jalan menuju rumahnya sambil berkata, “Aku tidak mungkin bisa melakukan itu Tante,” Tante Rani hanya berkata, “Arie, Tolong dong.. Tante sudah tidak kuat lagi ingin gituan, masa Arie tidak kasihan sama Tante.” Tangan Tante Rani dengan berani membuka baju bagian atas dan memperlihatkan buah dadanya yang besar. Terlihat buah dada yang besar yang masih ditutupi oleh BH warna ungu menantang untuk disantap. Melihat Arie yang tidak ada perlawanan, akhirnya Tante Rani memakai kembali bajunya dan duduk seperti semula sambil diam seperti patung sampai tiba di rumah. Perjalanan itu membuat Arie jadi salah tingkah dengan kelakuan tantenya itu.
Kedekatan Arie dengan Yuni semakin menjadi karena bila ada PR yang sulit Yuni selalu meminta bantuan Arie. Pada saat itu Yuni mendapatkan kesulitan PR matematika. Dengan sekonyong-konyong masuk ke kamar Arie. Pada saat itu Ari baru keluar dari kamar mandi sambil merenungkan tentang kelakuannya tadi siang dengan Tante Rani yang menolak melakukan itu. Arie keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benang pun yang menutupinya. Dengan jelas Yuni melihat batang kemaluan Arie yang mengerut kedinginan. Sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, Yuni membalikkan badannya. Arie hanya tersenyum sambil berkata, “Mangkanya, kalau masuk kamar ketok pintu dulu,” goda Arie sambil menggunakan celana pendek tanpa celana dalam. Kebiasaan itu dilakukan agar batang kemaluannya dapat bergerak dengan nyaman dan bebas.
Arie bergerak mendekati Yuni dan mencium pundaknya yang sangat putih dan berbulu-bulu kecil. “Ahh, geli Kak Arie.. Kak Arie sudah pake celana yah,” tanya Yuni.“Belum,” jawab Arie menggoda Yuni.“Ahh, cepet dong pake celananya. Yuni mau minta tolong Kak Arie mengerjakan PR,” rengek Yuni sambil tangan kirinya meraba belakang Arie.Melihat rabaan itu, Arie segaja memberikan batang kemaluannya untuk diraba. Yuni hanya meraba-raba sambil berkata, “Ini apa Kak, kok kenyal.” Mendapat rabaan itu batang kemaluan Arie semakin menengang dan dalam pikirannya kalau dengan Yuni aku mau tapi kalau dengan kakakmu meskipun sama-sama cantiknya tapi aku juga masih punya pikiran yang betul, masa tenteku digarap olehku.
Rabaan Yuni berhenti ketika batang kemaluan Arie sudah menegang setengahnya dan ia melepaskan rabaannya dan langsung membalikkan badannya. Arie kaget dan hampir saja tali kolornya yang terbuat dari karet, menjepit batang kemaluannya yang sudah menegang.
Tangan yang tadi digunakan meraba batang kemaluan Arie kembali digunakan menutup wajahnya dan perlahan Yuni membuka tangannya yang menutupi wajahnya dan terlihat Arie sudah memakai celana pendek. “Nah, gitu dong pake celana,” kata Yuni sambil mencubit dada Arie yang menempel di susu kecil Yuni. “Udah dong meluknya,” rintih Yuni sambil memberikan buku Matematikanya.
Saling memeluk antara Arie dan Yuni sudah merupakan hal yang biasa tetapi ketika Arie merasakan kenikmatan dalam memeluk Yuni, Yuni tidak merasakan apa-apa mungkin karena Yuni masih anak ingusan yang badannya saja yang bongsor. Arie langsung naik ke atas ranjang besarnya dan bersandar di bantal pojok ruangan kamar itu. Meskipun ada meja belajar tapi Arie segaja memilih itu karena Yuni sering menindihnya dengan pantatnya sehingga batang kemaluan Arie terasa hangat dibuatnya. Dan memang seperti dugaan Arie, Yuni tiduran di dada Arie. Pada saat itu Yuni menggunakan daster yang sangat tipis dan di atas paha sehingga celana dalam berwarna putih dan BH juga yang warna putih terlihat dengan jelas. Yuni tidak merasa risih dengan kedaan itu karena memang sudah seperti itu hari-hari yang dilakukan bersama Arie.
Sambil mengerjakan PR, pikiran Arie melayang-layang bagaimana caranya agar ia dapat mengatakan kepada Yuni bahwa dirinya sekarang berubah hati menjadi cinta pada Yuni. Tapi apakah dia sudah mengenal cinta soalnya bila orang sudah mengenal cinta biasanya syahwatnya juga pasti bergejolak bila diperlakukan seperti yang sering dilakukan oleh Arie dan Yuni.
PR pertama telah diselesaikan dengan cepat, Yuni terseyum gembira. Terlihat dengan jelas payudara Yuni yang kecil. Pikiran Arie meliuk-liuk membayangkan seandainya ia mampu meraba susu itu tentunya sangat nikmat dan sangat hangat. Ketegangan Arie semakin menjadi ketika batang kemaluannya yang tanpa celana dalam itu tersentuh oleh pinggul Yuni yang berteriak karena masih ada PR-nya yang belum terisi. Memang posisi Arie menerangkan tersebut ada di bawah Yuni dan pinggul Yuni sering bergerak-gerak karena sifatnya yang agresif.
Gerakan badan Yuni yang agresif itu membuat paha putihnya terlihat dengan jelas dan kadangkala gumpalan kemaluannya terlihat dengan jelas hanya terhalang oleh CD yang berwarna putih. Hal itu membuat nafas Arie naik turun. Yuni tidak peduli dengan apa yang terjadi pada batang kemaluan Arie, malah Yuni semakin terus bermanja-manja dengan Arie yang terlihat bermalas-malasan dalam mengerjakan PR-nya itu. Pikiran Arie semakin kalang kabut ketika Yuni mengerak-gerakkan badan ke belakang yang membuat batang kemaluannya semakin berdiri menegang. Dengan pura-pura tidak sadar Arie meraba gundukan kemaluan Yuni yang terbungkus oleh CD putih. Bukit kemaluan Yuni yang hangat membuat Arie semakin bernafsu dan membuat nafasnya semakin terengah-engah.
“Kak cepat dong kerjakan PR yang satunya lagi. Yang ini, yang nomor sepuluh susah.”Arie membalikkan badannya sehingga bukit kemaluan Yuni tepat menempel di batang kemaluan Arie. Dalam keadaan itu Yuni hanya mendekap Arie sambil terus berkata, “Tolong ya Kak, nomor sepuluhnya.”“Boleh, tapi ada syaratnya,” kata Arie sambil terus merapatkan batang kemaluannya ke bukit kemaluan Yuni yang masih terbungkus CD warna Putih. Pantat Yuni terlihat dengan jelas dan mulai merekah membentuk sebuah badan seorang gadis yang sempurna, pinggul yang putih membuat Arie semakin panas dingin dibuatnya. Yuni hanya bertanya apa syaratnya kata Yuni sambil mengangkat wajahnya ke hadapanya Arie. Dalam posisi seperti itu batang kemaluan Arie yang sudah menegang seakan digencet oleh bukit kemaluan Yuni yang terasa hangat. Arie tidak kuat lagi dengan semua itu, ia langsung mencium mulut Yuni. Yuni hanya diam dan terus menghidar ciuman itu. “Kaak… apa dong syaratnya”, kata Yuni manja agresif menggerak-gerakkan badannya sehingga bukit kemaluannya terus menyentuh-nyentuh batang kemaluan Arie. Gila anak ini belum tahu apa- apa tentang masalah seks. Memang Yuni tidak merasakan apa-apa dan ia seakan-akan bermain dengan teman wanitanya tidak ada rasa apa pun. “Syaratnya kamu nanti akan kakak peluk sepuasnya.”
Mendengar itu Yuni hanya tertawa, suatu syarat yang mudah, dikirain harus pus-up 1000 kali. Konsenterasi Arie dibagi dua yang satu terus mendekatkan batang kemaluannya agar tetap berada di bawah bukit kemaluan Yuni yang sering terlepas karena Yuni yang banyak bergerak dan satunya lagi berusaha menyelesaikan PR-matematikanya. Yuni terus mendekap badan Arie sambil kadang-kadang menggerakkan lipatan pahanya yang menyetuh paha Arie.
Setelah selesai mengerjakan PR-nya, Arie menggerak-gerakkan pantatnya sehingga berada tepat di atas bukit kemaluan Yuni. Arie semakin tidak tahan dengan kedaaan itu dan langsung meraba-raba pantat Yuni. Ketika Arie akan meraba payudara Yuni. Yuni bangkit dan terus melihat ke wajah Arie, sambil berkata, “PR-nya sudah Kaak.. Arie,” sambil Menguap.
Melihat PR-nya yang sudah dikerjakan Arie, Yuni langsung memeluk Arie erat-erat seperti memeluk bantal guling karena syaratnya itu. Kesempatan itu tidak dilewatkan oleh Arie begitu saja, Arie langsung memeluk Yuni berguling-guling sehingga Yuni sekarang berada di bawah Arie. Mendapat perlakuan yang kasar dalam memeluk itu Yuni berkata, “Masa Kakak meluk Yuni nggak bosan-bosan.” Berbagai alasan Arie lontarkan agar Yuni tetap mau di peluk dan akhirnya akibat gesekan-gesekan batang kemaluan Arie bergerak-gerak seperti akan ada yang keluar, dan pada saat itu Yuni berhasil lepas dari pelukan Arie sambil pergi dan tidak lupa melenggokkan pantatnnya yang besar sambil mencibirkan mulutnya.
“Aduh, Gila si Yuni masih tidak merasakan apa-apa dengan apa yang barusan saya lakukan,” guman Arie dalam hati sambil terus memengang batang kemaluannya. Arie berusaha menetralisir batang kemaluannya agar tidak terlalu tegang. “Tenang ya jago, nanti kamu juga akan menikmati kepunyaan Yuni cuma tinggal waktu saja. Nanti saya akan pura-pura memberikan pelajaran Biologi tentang anatomi badan dan di sanalah akan saya suruh buka baju. Masa kalau sudah dibuka baju masih belum terangsang.”
Arie memang punya prinsip kalau dalam berhubungan badan ia tidak mau enak sediri tapi harus enak kedua-duanya. Itulah pola pikir Arie yang terus ia pertahankan. Seandainya ia mau tentunya dengan gampang ia memperkosa Yuni.
Ketegangan batang kemaluan Arie terus bertambah besar tidak mau mengecil meskipun sudah diguyur oleh air. Untuk menghilangkan kepenatan Arie keluar kamar sambil membakar sebatang rokok. Ternyata Tante Rani masih ada di ruang tengah sambil melihat TV dan meminum susu yang dibuatnya sendiri. Tante Rani yang menggunakan daster warna biru dengan rambut yang dibiarkan terurai tampak sangat cantik malam itu. Lekukan tubuhnya terlihat dengan jelas dan kedua payuadaranya pun terlihat dengan jelas tanpa BH, juga pahanya yang putih dan mulus terpampang indah di hadapannya. Keadaan itu terlihat karena Tante Rani duduk di sofa yang panjang dengan kaki yang putih menjulur ke depan.
Ketenganan Arie semakin memuncak melihat keidahan tubuh Tante Rani yang sangat seksi dan mulus itu.“Kamu kenapa belum tidur Ari,” kata Tante Rani sambil menuangkan segelas air susu untuk Arie.“Anu Tante, tidak bisa tidur,” balas Arie dengan gugup.Memang Tante Rani yang cantik itu tidak merasa canggung dengan keberadaan Arie, ia tidak peduli dengan keberaan Ari malah ia segaja memperlihatkan keindahan tubuhnya di hadapan Arie yang sudah sangat terangsang.
“Maaf ya, Tante tadi siang telah berlaku kurang sopan terhadap Arie.”“Tidak apa-apa Tante, Arie mengerti tentang hal itu,” jawab Arie sambil terus menahan gejolak nafsunya yang sudah diluar batas normal ditambah lagi dengan perlakuan Yuni yang membuat batang kemaluannya semakin menegang tidak tentu arah.“Oom ke mana Tante, kok tidak kelihatan,” tanya Arie mengisi perbincangan.“Kamu tidak tahu, Oom kan sedang ke Bali mengurus proyek yang baru,” jawab Tante Rani.Memang Om Budiman sangat jarang sekali ada di rumah dan itu membuat Ari semakin tahu akan kebutuhan batin Tante Rani, tapi itu tidak mungkin dilakukannya dengan tantenya.
Arie dan Tante Rani duduk di sofa yang besar sambil sesekali tubuhnya digerak-gerakkan seperti cacing kepanasan. Tak diduga sebelumnya oleh Arie, Tante Rani membuka dasternya yang menutupi paha putihnya yang putih bersih sambil menggaruk-garukkan tangannya di seputar gundukan kemaluannya. Mata Arie melongo tidak percaya. Dua kali dalam satu hari ia melihat paha Tante Rani, tapi yang ini lebih parah dari yang tadi siang di dalam mobil, sekarang Tante Rani tidak menggunakan celana dalam. Kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang hitam tersingkap dengan jelas dan tangan Tante Rani terus menggaruk-garuk di seputar kemaluannya itu karena merasa ada yang gatal.
Melihat itu Arie semakin gelisah dan tidak enak badan ditambah lagi dengan ketegangan di batang kemaluannya yang semakin menegang.“Kamu kenapa Arie,” tanya Tante Rani yang melihat wajah Arie keluar keringat dingin.“Nggak Tante, Arie cuma mungkin capek,” balas Arie sambil terus sekali-kali melihat ke pangkal paha putih milik Tante Rani.
Setelah merasa agak baikan di sekitar kemaluannya, Tante Rani segaja tidak menutup pahanya, malah ia duduk bersilang sehingga terlihat dengan jelas pangkal pahanya dan kemaluannya yang merekah. Melihat Arie semakin menegang, Tante Rani tersenyum dan mempersilakan Arie untuk meminum susu yang dituangkan di dalam gelas itu.
Ketegangan Arie semakin memuncak dan Arie tidak berani kurang ajar pada tantenya meskipun tahu bahwa tantenya segaja memperlihatkan kemulusan pahanya itu. “Tante, saya mau ke paviliun belakang untuk mencari udara segar.” Melihat Arie yang sangat tegang itu Tante Rani hanya tersenyum, dalam pikirannya sebentar lagi kamu akan tunduk padaku dan akan meminta untuk tidur denganku.
Sebelum sampai ke paviliun belakang Arie jalan-jalan dulu di pinggiran kolam lalu ia duduk sambil melihat kolam di depannya. Sambil terus berusaha menahan gejolaknya antara menyetubuhi tantenya atau tidak. Sambil terus berpikir tentang kejadian itu. Tidak segaja ia mendegar rintihan dari belakang yang kebetulan kamar Pak Dadi. Arie terus mendekati kamar Pak Dadi yang kebetulan dekat dengan Paviliun. Arie mengendus-endus mendekati jendela dan ternyata jendelanya tidak dikunci dan dengan mudah Arie dapat melihat adegan suami istri yang sedang bermesraan.
Di dalam kamar yang berukuran cukup besar itu, Arie melihatnya leluasa karena hanya terhalang oleh tumpukan pakaian yang digantung dekat jendela itu. Di dalamnya ternyata Pak Dadi dengan istrinya sedang bermesraan. Istri Pak Dadi yang bernama Astri sedang asyik mengulum batang kejantanan Pak Dadi dengan lahapnya. Dengan penuh birahi Astri terus melahap dan mengulum batang kemaluan Pak Dadi yang ukurannya lebih kecil dari ukuran yang dimiliki Arie. Astri terus mengulum batang kemaluan Pak Dadi. Posisi Pak Dadi yang masih menggunakan pakaian dan celananya yang telah melorot ada di lantai dengan posisi duduk terus mengerang-erang kenikmatan yang tiada bandingnya sedangkan Astri jongkok di lantai. Terlihat Astri menggunakan CD warna hitam dan BH warna hitam. Erangan-erangan Pak Dadi membuat batang kemaluan Pak Dadi semakin mesra di kulum oleh Astri.
Dengan satu gerakan Astri membuka daster yang dipakainya karena melihat suaminya sudah kewalahan dengan kulumannya. Terlihat dengan jelas buah dada yang besar masih ditutupi BH hitamnya. Pak Dadi membantu membuka BH-nya dan dilanjutkan dengan membuka CD hitam Astri. Astri yang masih melekat di bandan Pak Dadi meminta Pak Dadi supaya duduk di samping ranjang. Lalu Pak Dadi menyuruh Astri telentang di atas ranjang dan pantatnya diganjal oleh bantal sehingga dengan jelas terlihat bibir kemaluan Astri yang merah merekah menantang kejantanan Pak Dadi.
Sebelum memasukkan batang kemaluannya, Pak Dadi mengoleskan air ludahnya di permukaan bukit kemaluan Astri. Dengan kaki yang ada di pinggul Pak Dadi, Astri tersenyum melihat hasil karyanya yaitu batang kemaluan suaminya tercinta telah mampu bangkit dan siap bertempur. Dengan perlahan batang kemaluan Pak Dadi dimasukkan ke dalam liang kemaluan Astri, terlihat Astri merintih saat merasakan kenikmatan yang tiada tara, kepala Astri dibolak-balikkan tanpa arah dan tangannya terus meraba-raba dada Pak Dadi dan sekali-kali meraba buah dadanya. Memang beradunya batang kemaluan Pak Dadi dengan liang senggama Astri terasa cukup lancar karena ukurannya sudah pas dan kegiatan itu sering dilakukannya. Erangan-erangan Astri dan Pak Dadi membuat tubuh Arie semakin Panas dingin, entah sudah berapa menit lamanya Tante Rani memainkan kemaluan Arie yang sudah menegang, ia tersenyum ketika tahu bahwa di belakangnya ada orang yang sedang memegang kemaluannya.
“Tante, kapan Tante datang”, suara Arie perlahan karena takut ketahuan oleh Pak Dadi sambil berusaha menjauh dari tempat tidur Pak Dadi. Tangan Tante Rani terus menggandeng Arie menuju ruang tengah sambil tangannya menyusup pada kemaluan Arie yang sudah menegang sejak tadi. Sesampainya di ruang tengah, Arie duduk di tempat yang tadi diduduki Tante Rani, sementara Tante Rani tiduran telentang sambil kepalanya ada seputar pangkal paha Arie dengan posisi pipi kanannya menyentuh batang kemaluan Arie yang sudah menegang.
“Kamu kok orang yang sedang begituan kamu intip, nanti kamu jadi panas dingin dan kalau sudah panas dingin susah untuk mengobatinya. Untung saja kamu tadi tidak ketahuan oleh Pak Dadi kalau kamu ketahuan kamu kan jadi malu. Apalagi kalau ketahuan sama Oommu bisa-bisa Tante ini, juga kena marah.” Tante Rani memberikan nasehat-nasehat yang bijak sambil kepalanya yang ada diantara kedua selangkangan Arie terus digesek-gesek ke batang kemaluan Arie. “Tante tahu kamu sekarang sudah besar dan kamu juga tahu tentang kehidupan seks. Tapi kamu pura-pura tidak mau,” goda Tante Rani, “Dan kamu sudah tahu keinginan Tantemu ini, kamu malah mengintip kemesraan Pak Dadi,” nasehat-nasehat itu terus terlontar dari bibir yang merah merekah, dilain pihak pipi kirinya digesek-gesekkan pada batang kemaluan Arie.
Arie semakin tidak dapat lagi menahan gejolak yang sangat tinggi dengan tekanan voltage yang berada diluar batas kemanusiaan. “Tante jangan gitu dong, nanti saya jadi malu sama Tante apalagi nanti kalau oom sampai tahu.” Mendengar elakan Arie, Tante Rani malah tersenyum, “Dari mana Oommu tahu kalau kamu tidak memberitahunya.”
Gila, dalam pikiraanku mana mungkin aku memberitahu Oomku. Gerakan kepala Tante Rani semakin menjadi ditambah lagi kaki kirinya diangkat sehingga daster yang menutupi kakinya tersingkap dan gundukan hitam yang terawat dengan bersih terlihat merekah. Bukit kemaluan Tante Rani terlihat dengan jelas dengan ditumbuhi bulu-bulu yang sudah dicukur rapi sehingga terlihat seperti kemaluan gadis seumur Yuni.
Arie sebetulnya sudah tahu akan keinginan Tante Rani. Tapi batinnya mengatakan bahwa dia tidak berhak untuk melakukannya dengan tantenya yang selama ini baik dan selalu memberikan kebutuhan hidupnya. Tanpa disadari tantenya sudah menaikkan celana pendeknya yang longgar sehingga kepala batang kemaluan Arie terangkat dengan bebas dan menyentuh pipi kirinya yang lebut dan putih itu. Melihat Keberhasilanya itu Tante Rani membalikkan badan dan sekarang Tante Rani telungkup di atas sofa dengan kemaluannya yang merekah segaja diganjal oleh bantal sofa.
Tangan Tante Rani terus memainkan batang kemaluan Arie dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang. “Aduh punya kamu ternyata besar juga,” bisik Tante Rani mesra sambil terus memainkan batang kejantanan Arie dengan kedua tangannya. “Masa kamu tega sama Tante dengan tidak memberikan reaksi apa pun Riee,” bisik Tante Rani dengan nafas yang berat. Mendengar ejekan itu hati Arie semakin berontak dan rasanya ingin menelan tubuh molek di depannya bulat-bulat dan membuktikan pada tantenya itu bahwa saya sebetulnya bisa lebih mampu dari Pak Dadi.
Mulut Tante Rani yang merekah telah mengulum batang kemaluan Arie dengan liarnya dan terlihat badan Tante Rani seperti orang yang tersengat setrum ribuan volt. “Ayoo doong Riee, masa kamu akan menyiksa Tante dengan begini… ayo dong gerakin tanganmu.” Kata-kata itu terlontar sebanyak tiga kali. Sehingga tangan Arie semakin berani menyentuh pantatnya yang terbuka. Dengan sedikit malu-malu tapi ingin karena sudah sejak tadi batang kemaluan Ari menegang. Arie mulai meraba-saba pantatnya dengan penuh kasih sayang.
Mendapakan perlakuan seperti itu, Tante Rani terus semakin menggila dan terus mengulum kepuyaan Arie dengan penuh nafsu yang sudah lama dipendam. Sedotan bibir Tante Rani yang merekah itu seperti mencari sesuatu di dalam batang kemaluan Arie. Mendapat serangan yang sangat berapi-api itu akhirnya Arie memutar kaki kirinya ke atas sehingga posisi Arie dan tantenya seperti huruf T.
Tangan Arie semakin berani mengusap-usap pinggul tantenya yang tersingkap dengan jelas. Daster tantenya yang sudah berada di atas pinggulnya dan kemaluan tantenya dengan lincah menjepit bantal kecil sofa itu. “Ahkkk, nikmat..” Tantenya mengerang sambil terus merapatkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu sambil menghentikan sementara waktu kulumannya. Ketika ia merasakan akan orgasme. “Arie… Tante sudah tidak tahan lagi nich..” diiringi dengan sedotan yang dilakukan oleh tantenya itu karena tantenya ternyata sangat mahir dalam mengulum batang kemaluannya sementara tangannya dengan aktif mempermainkan sisi-sisi batang kemaluan Arie sehingga Arie dibuatnya tidak berdaya.
“Aduh . aduh.. Tante nikmat sekalii…” erang tantenya semakin menjadi-jadi. Hampir tiga kali Tante Rani merintih sambil mengerang. “Aduuh Rieee.. terus tekan-tekan pantat Tante..” desah Tante Rani sambil terus menggesek-gesekkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu. Arie meraba kemaluan tantenya, ternyata kemaluan Tante Rani sudah basah oleh cairan-cairan yang keluar dari liang kewanitaannya. “Ariee… nah itu terus Riee.. terus..” erang Tante Rani sambil tidak henti-hentinya mengulum batang kemaluan Arie.
“Kamu kok kuat sekali Riee,” bisik tante rRni dengan nafas yang terengah-engah sambil terus mengulum batang kemaluan Arie. Tante Rani setengah tidak percaya dengan kuluman yang dilakukannya karena belum mampu membuat Arie keluar sperma. Arie berguman, “Belum tahu dia, ini belum seberapa. Tante pasti sudah keluar lebih dari empat kali terbukti dengan bantal yang digunakan untuk mengganjal liang kewanitaannya basah dengan cairan yang keluar seperti air hujan yang sangat deras.”
Melihat batang kemaluan Arie yang masih tegak Tante Rani semakin bernafsu, ia langsung bangkit dari posisi telungkup dengan berdiri sambil berusaha membuka baju Arie yang masih melekat di badannya. “Buka yaa Sayang bajunya,” pinta Tante Rani sambil membuka baju Arie perlahan namun pasti. Setelah baju Arie terbuka, Tante Rani membuka juga celana pendek Arie agar posisinya tidak terganggu.
Lalu Tante Rani membuka dasternya dengan kedua tangannya, ia sengaja memperlihatkan keindahan tubuhnya di depan Arie. Melihat dua gunung yang telah merekah oleh gesekan sofa dan liang kewanitaan tantenya yang merah ranum akibat gesekan bantal sofa, Ari menelan ludah. Ia tidak membayangkan ternyata tantenya mempunyai tubuh yang indah. Ditambah lagi ia sangat terampil dalam memainkan batang kemaluan laki-laki.
Masih dengan posisi duduk, tantenya sekarang ada di atas permadani dan ia langsung menghisap kembali batang kemaluan Arie sambil tangannya bergantian meraba-raba sisi batang kemaluan Arie dan terus mengulumnya seperti anak kecil yang baru mendapatkan permen dengan penuh gairah. Dengan bantuan payudaranya yang besar, Tante Rani menggesek-gesek payudaranya di belahan batang kemaluan Arie. Dengan keadaan itu Arie mengerang kuat sambil berkata, “Aduh Tante.. terus Tante..” Mendengar erangan Arie, Tante Rani tersenyum dan langsung mempercepat gesekannya. Melihat Arie yang akan keluar, Tante Rani dengan cepat merubah posisi semula dengan mengulum batang kemaluan dengan sangat liar. Sehingga warna batang kemaluan Arie menjadi kemerah-merahan dan di dalam batang kemaluannya ada denyutan-denyutan yang sangat tidak teratur. Arie menahan nikmat yang tiada tara sambil berkata, “Terus Tante.. terus Tante..”, Dan Arie pun mendekap kepala tantenya agar masuk ke dalam batang kemaluannya dan semprotan yang maha dahsyat keluar di dalam mulut Tante Rani yang merekah. Mendapatkan semburan lahar panas itu, Tante Rani kegirangan dan langsung menelannya dan menjilat semua yang ada di dalam batang kemaluan Arie yang membuat Arie meraung-raung kenikmatan. Terlihat dengan jelas tantenya memang sudah berpengalaman karena bila sperma sudah keluar dan batang kemaluan itu tetap disedotnya maka akan semakin nikmat dan semakin membuat badan menggigil.
Melihat itu Tante Rani semakin menjadi-jadi dengan terus menyedot batang kemaluan Arie sampai keluar bunyi slurp…, slurp…, akibat sedotannya. Setelah puas menjilat sisa-sisa mani yang menempel di batang kemaluan Arie, lalu Tante Rani kembali mengulum batang kejantanan Arie dengan mulutnya yang seksi.
Melihat batang kemaluan Arie yang masih memberikan perlawanan, Tante Rani bangkit sambil berkata, “Gila kamu Rieee.. kamu masih menantang tantemu ini yaah.. Tante sudah keluar hampir empat kali kamu masih menantangnya.” Mendengar tantangan itu, Arie hanya tersenyum saja dan terlihat Tante Rani mendekat ke hadapan Arie sambil mengarahkan liang kewanitaannya untuk melahap batang kemaluan Arie. Sebelum memasukkan batang kemaluan Arie ke liang kewanitaannya, Tante Rani terlebih dahulu memberikan ciuman yang sangat mesra dan Arie pun membalasnya dengan hangat. Saling pagut terjadi untuk yang kedua kalinya, lidah mereka saling bersatu dan saling menyedot. Tante Rani semakin tergila-gila sehingga liang kewanitaannya yang tadinya menempel di atas batang kemaluan Arie sekarang tergeser ke belangkang sehingga batang kemaluan Arie tergesek-gesek oleh liang kewanitaannya yang telah basah itu.
Mendapat perlakuan itu Arie mengerang kenikmatan. “Aduuh Tante…” sambil melepaskan pagutan yang telah berjalan cukup lama. “Clepp…” suara yang keluar dari beradunya dua surga dunia itu, perlahan namun pasti Tante Rani mendorongnya masuk ke lembah surganya. Dorongan itu perlahan-lahan membuat seluruh urat nadi Arie bergetar. Mata Tante Rani dipejamkan sambil terus mendorong pantatnya ke bawah sehingga liang kewanitaan Tante Rani telah berhasil menelan semua batang kemaluan Arie. Tante Rani pun terlihat menahan nikmat yang tiada tara.
“Arieee…” rintihan Tante Rani semakin menjadi ketika liang senggamanya telah melahap semua batang kemaluan Arie. Tante Rani diam untuk beberapa saat sambil menikmati batang kemaluan Arie yang sudah terkubur di dalam liang kewanitaannya.
“Riee, Tante sudah tidak kuat lagi… Sayang..” desah Tante Rani sambil menggerakan-gerakkan pantatnya ke samping kiri dan kanan. Mulut tantenya terus mengaduh, mengomel sambil terus pantatnya digeser ke kiri dan ke kanan. Mendapatkan permainan itu Arie mendesir, “Aduh Tante… terus Tante..” mendengar itu Tante Rani terus menggeser-geserkan pantatnya. Di dalam liang senggama tantenya ada tarik-menarik antara batang kemaluan Arie dan liang kewanitaan tantenya yang sangat kuat, mengikat batang kemaluan Arie dengan liang senggama Tante Rani. Kuatnya tarikan itu dimungkinkan karena ukuran batang kemaluan Arie jauh lebih besar bila dibandingkan dengan milik Om Budiman.
Goyangan pantatnya semakin liar dan Arie mendekap tubuh tantenya dengan mengikuti gerakannya yang sangat liar itu. Kucuran keringat telah berhamburan dan beradunya pantat Tante Rani dengan paha Arie menimbulkan bunyi yang sangat menggairahkan, “Prut.. prat.. pret..” Tangan Arie merangkul tantenya dengan erat. Pergerakan mereka semakin liar dan semakin membuat saling mengerang kenikmatan entah berapa kali Tante Rani mengucurkan cairan di dalam liang kewanitaannya yang terhalang oleh batang kemaluan Arie. Tante Rani mengerang kenikmatan yang tiada taranya dan puncak dari kenikmatan itu kami rasakan ketika Tante Rani berkata di dekat telingan Arie. “Arieee…” suara Tante Rani bergetar, “Kamu kalau mau keluar, kita keluarnya bareng-bareng yaaah”. “Iya Tante…” jawab Arie.Selang beberapa menit Arie merasakan akan keluar dan tantenya mengetahui, “Kamu mau keluar yaaa.” Arie merangkul Tante Rani dengan kuatnya tetapi kedua pantatnya masih terus menusuk-nusuk liang kewanitaan Tantenya, begitu juga dengan Tante Rani rangkulanya tidak membuat ia melupakan gigitannya terhadap batang kemaluan Arie. Sambil terus merapatkan rangkulan. Suara Arie keluar dengan keras, “Tanteee.. Tanteee..” dan begitu juga Tante Rani mengerang keras, “Rieee…”. Sambil keduanya berusaha mengencangkan rangkulannya dan merapatkan batang kemaluan dan liang kewanitaannya sehingga betul-betul rapat membuat hampir biji batang kemaluan Arie masuk ke dalam liang senggama Tante Rani.
Akhirnya Arie dan Tante Rani diam sesaat menikmati semburan lahar panas yang beradu di dalam liang sorga Tante Rani. Masih dalam posisi Tante Rani duduk di pangkuan Arie. Tante Rani tersenyum, “Kamu hebat Arie seperti kuda binal dan ternyata kepunyaan kamu lebih besar dari suaminya dan sangat menggairahkan.”
“Kamu sebetulnya sudah tahu keinginan Tante dari dulu ya, tapi kamu berusaha mengelaknya yaa..” goda Tante Rani. Arie hanya tersenyum di goda begitu. Tante Rani lalu mencium kening Arie. Kurang lebih Lima menit batang kemaluan Arie yang sudah mengeluarkan lahar panas bersemayam di liang kewanitaan Tante Rani, lalu Tante Rani bangkit sambil melihat batang kemaluan Arie. Melihat batang kemaluan Arie yang mengecil, Tante Rani tersenyum gembira karena dalam pikirannya bila batang kemaluannya masih berdiri maka ia harus terus berusaha membuat batang kemaluan Arie tidak berdiri lagi. Untuk menyakinkannya itu, tangan Tante Rani meraba-raba batang kemaluan Arie dan menijit-mijitnya dan ternyata setelah dipijit-pijit batang kemaluan Arie tidak mau berdiri lagi.
“Aduh untung batang kemaluanmu Rieee… tidak hidup lagi,” bisik Tante Rani mesra sambil berdiri di hadapan Arie, “Soalnya kalau masih berdiri, Tante sudah tidak kuat Rieee” lanjutnya sambil tersenyum dan Duduk di sebelah Arie. Sesudah Tante Rani dan Arie berpanutan mereka pun naik ke atas dan masuk kamar-masing-masing.
Pagi-pagi sekali Arie bangun dari tempat tidur karena mungkin sudah kebiasaannya bangun pagi, meskipun badannya ingin tidur tapi matanya terus saja melek. Akhirnya Arie jalan-jalan di taman untuk mengisi kegiatan agar badannya sedikit segar dan selanjutnya badannya dapat diajak untuk tidur kembali karena pada hari itu Arie tidak ada kuliah. Kebiasaan lari pagi yang sering dilakukan diwaktu pagi pada saat itu tidak dilakukannya karena badannya terasa masih lemas akibat pertarungan tadi malam dengan tantenya.
Lalu Arie pun berjalan menuju kolam, tidak dibanyangkan sebelumnya ternyata Tante Rani ada di kolam sedang berenang. Tante Rani mengenakan celana renang warna merah dan BH warna merah pula. Melihat kedatangan Arie. Tante Rani mengajaknya berenang. Arie hanya tersenyum dan berkata, “Nggak ah Tante, Saya malas ke atasnya.” Mendapat jawaban itu, Tante Rani hanya tersenyum, soalnya Tante Rani mengetahui Arie tidak menggunakan celana renang. “Sudahlah pakai celana dalam aja,” pinta Tante Rani. Tantenya yang terus meminta Arie untuk berenang. Akhirnya iapun membuka baju dan celana pendeknya yang tinggal melekat hanya celana dalamnya yang berwarna biru.
Celana dalam warna biru menempel rapat menutupi batang kemaluan Arie yang kedinginan. Loncatan yang sangat indah diperlihatkan oleh Arie sambil mendekati Tante Rani, yang malah menjauh dan mengguyurkan air ke wajah Arie. Sehingga di dalam kolam renang itu Tante Rani menjadi kejaran Arie yang ingin membalasnya. Mereka saling mengejar dan saling mencipratkan air seperti anak kecil. Karena kecapaian, akhinya Tante Rani dapat juga tertangkap. Arie langsung memeluknya erat-erat, pelukan Arie membuat Tante Rani tidak dapat lagi menghindar.
“Udah akh Arie.. Tante capek,” seru mesra Tante Rani sambil membalikkan badannya. Arie dan Tante Rani masih berada di dalam genangan kolam renang. “Kamu tidak kuliah Rieee,” tanya Tante Rani. “Tidak,” jawab Arie pendek sambil meraba bukit kemaluan Tante Rani. Terkena rabaan itu Tante Rani malah tersenyum sambil memberikan ciuman yang sangat cepat dan nakal lalu dengan cepatnya ia melepaskan ciuman itu dan pergi menjauhi Arie. Mendapatkan perlakuan itu Arie menjadi semakin menjadi bernafsu dan terus memburu tantenya. Dan pada akhirnya tantenya tertangkap juga. “Sudah ah… Tante sekarang mau ke kantor dulu,” kata Tante Rani sambil sedikit menjauh dari Arie.
Ketika jaraknya lebih dari satu meter Tante Rani tertawa geli melihat Arie yang celana dalamnya telah melorot di antara kedua kakinya dengan batang kemaluannya yang sudah bangkit dari tidurnya. “Kamu tidak sadar Arie, celana dalammu sudah ada di bawah lutut..” Mendengar itu Arie langsung mendekati Tante Rani sambil mendekapnya. Tante Rani hanya tersenyum. “Kasihan kamu, adikmu sudah bangun lagi, tapi Tante tidak bisa membantumu karena Tante harus sudah pergi,” kata Tante Rani sambil meraba batang kemaluan Arie yang sudah menegang kembali.
Mendengar itu Arie hanya melongo kaget. “Akhh, Tante masa tidak punya waktu hanya beberapa menit saja,” kata Arie sambil tangannya berusaha membuka celana renang Tante Rani yang berwarna merah. Mendapat perlakuan itu Tante Rani hanya diam dan ia terus mencium Arie sambiil berkata, “Iyaaa deh.. tapi cepat, yaa.. jangan lama-lama, nanti ketahuan orang lain bisa gawat.”
Tante Rani membuka celana renangnya dan memegangnya sambil merangkul Arie. Batang kemaluan Arie langsung masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Rani yang sudah dibuka lebar-lebar dengan posisi kedua kakinya menempel di pundak Arie. Beberapa detik kemudian, setelah liang kewanitaan Tante Rani telah melahap semua batang kemaluan Arie dan dirasakannya batang kemaluan Arie sudah menegang. Tante Rani menciumnya dengan cepat dan langsung mendorong Arie sambil pergi dan terseyum manis meninggalkan Arie yang tampak kebingungan dengan batang kemaluannya yang sedang menegang.
Mendapat perlakuan itu Arie menjadi tambah bernafsu kepada Tante Rani, dan ia berjanji kalau ada kesempatan lagi ia akan menghabisinya sampai ia merasa kelelahan. Lalu Arie langsung pergi meninggalkan kolam itu untuk membersihkan badannya.
Setelah di kamar, Arie langsung membuka semua bajunya yang menjadi basah itu, ia langsung masuk kamar mandi dan menggosok badan dengan sabun. Ketika akan membersihkan badannya, air yang ada di kamar mandinya ternyata tidak berjalan seperti biasanya. Dan langsung Arie teringat akan keberadaan kamar Yuni. Arie lalu pergi keluar kamar dengan lilitan handuk yang menempel di tubuhnya. Wajahnya penuh dengan sabun mandi. “Yuni.. Yuni.. Yuni..” teriak Arie sambil mengetuk pintu kamar Yuni. “Masuk Kak Ariee, tidak dikunci.” balas Yuni dari dalam kamar.
Didapatinya ternyata Yuni masih melilitkan badan dengan selimut dengan tangannya yang sedang asyik memainkan kemaluannya. Permainan ini baru didapatkannya ketika ia melihat adegan tadi malam antara kakaknya dengan Arie dan kejadian itu membuat ia merasakan tentang sesuatu yang selama ini diidam-idamkan oleh setiap manusia.
“Ada apa Kak Arie,” kata Yuni sambil terus berpura-pura menutup badannya dengan selimut karena takut ketahuan bahwa dirinya sedang asyik memainkan kemaluannya yang sudah membasah sejak tadi malam karena melihat kejadiaan yang dilakukan kakaknya dengan Arie. “Anu Yuni.. Kakak mau ikut mandi karena kamar mandi Arie airnya tidak keluar.” Memang Yuni melihat dengan jelas bahwa badan Arie dipenuhi oleh sabun tapi yang diperhatikan Yuni bukannya badan tapi Yuni memperhatikan diantara selangkangannya yang kelihatan mencuat.
Iseng-iseng Yuni menanyakan tentang apa yang mengganjalnya dalam lilitan handuk itu. Mendengar pertanyaan itu niat Arie yang akan menerangkan tentang biologi ternyata langsung kesampaian dan Arie pun langsung memperlihatkannya sambil memengang batang kemaluannya, “Ini namanya penis.. Sayang,” kata Arie yang langsung menuju kamar mandi karena melihat Yuni menutup wajahnya dengan selimut.
Melihat batang kemaluan Arie yang sedang menegang itu Yuni membayangkan bila ia mengulumnya seperti yang dilakukan kakaknya. Keringat dingin keluar di sekujur tubuh Yuni yang membayangkan batang kemaluan Arie dan ia ingin sekali seperti yang dilakukan oleh kakaknya juga ia melakukannya. Mata Yuni terus memandang Arie yang sedang mandi sambil tangan terus bergerak mengusap-usap kemaluannya.
Akhirnya karena Yuni sudah dipuncak kenikmatan, ia mengerang akibat dari permainan tangannya itu telah berhasil dirasakannya .Dengan beraninya Yuni pergi memasuki kamar mandi untuk ikut mandi bersama Arie. Melihat kedatangan Yuni ke kamar mandi, Arie hanya tersenyum. “Kamu juga mau mandi Yun,” kata Arie sambil mencubit pinggang Yuni.
Yuni yang sudah dipuncak kenikmatan itu hanya tersenyum sambil melihat batang kemaluan Arie yang masih mengeras. “Kak boleh nggak Yuni mengelus-elus barang itu,” bisik Yuni sambil menunjuknya dengan jari manisnya. Mendengar permintaan itu Arie langsung tersenyum nakal, ternyata selama ini apa yang diidam-idamkannya akan mendapatkan hasilnya. Dalam pikiran Arie, Yuni sekarang mungkin telah mengetahui akan kenikmatan dunia. Tanpa diperintah lagi Arie langsung mendekatkan batang kemaluannya ke tangan Yuni dan menuntun cara mengelus-elusnya. Tangan Yuni yang baru pertama kali meraba kepunyaan laki-laki itu sedikit canggung, tapi ia berusaha meremasnya seperti meremas pisang dengan tenaga yang sangat kuat hingga membuat Arie kesakitan.
“Aduh.. jangan keras-keras dong Yuni, nanti batang kemaluannya patah.” Mendengar itu Yuni menjadi sedikit kaget lalu Ari membatunya untuk memainkan batang kemaluannya dengan lembut. Tangan Yuni dituntunnya untuk meraba batang kemaluan Arie dengan halus lalu batang kemaluan Arie didekatkan ke wajah Yuni agar mengulumnya. Yuni hanya menatapnya tanpa tahu harus berbuat apa. Lalu Arie memerintahkan untuk mengulumnya seperti mengulum ice crem, atau mengulumnya seperti mengulum permen karet. Diperintah tersebut Yuni langsung menurut, mula-mula ia mengulum kepala batang kemaluan Arie lalu Yuni memasukkan semua batang kemaluan Arie ke dalam mulutnya. Tapi belum juga berapa detik Yuni terbatuk-batuk karena kehabisan nafas dan mungkin juga karena nafsunya terlalu besar.
Setelah sedikit tenang, Yuni mengulum lagi batang kemaluan Arie tanpa diperintah sambil pinggul Yuni bergoyang menyentuh kaki Arie. Melihat kejadian itu Arie akhirnya menghentikan kuluman Yuni dan langsung mengangkat Yuni dan membawanya ke ranjang yang ada di samping kamar mandi. Sesampainya di pinggir ranjang, dengan hangat Yuni dipeluk oleh Arie dan Yuni pun membalas pelukan Arie. Bibir Yuni yang polos tanpa liptik dicium Arie dengan penuh kehangatan dan kelembutan. Dicium dengan penuh kehangatan itu Yuni untuk beberapa saat terdiam seperti patung tapi akhirnya naluri seksnya keluar juga, ia mengikuti apa yang dicium oleh Arie. Bila Arie menjulurkan lidahnya maka Yuni pun sama menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Arie. Dengan permainan itu Yuni sangat menikmatinya apalagi Arie yang bisa dikatakan telah dilatih oleh kakaknya yang telah berpengalaman.
Kecupan Yuni kadang kala keluar suara yang keras karena kehabisan nafas. “Pek.. pek..” suara bibir Yuni mengeluarkan suara yang membuat Arie semakin terangsang. Mendengar suara itu Arie tersenyum sambil terus memagutnya. Tangan Arie dengan terampil telah membuka daster putih yang dipakai Yuni. Dengan gerakan yang sangat halus, Arie menuntun Yuni agar duduk di pinggir ranjang dan Yuni pun mengetahui keinginan Arie itu. Bibir Yuni yang telah berubah warna menjadi merah terus dipagut Arie dengan posisi Yuni tertindih oleh Arie. Tangan Yuni terus merangkul Arie sambil bukit kemaluannya menggesek-gesekkan sekenanya.
Lalu Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga kini Yuni berada di atas tubuh Arie, dengan perlahan tangan Arie membuka BH putih yang masih melekat di tubuh Yuni. Setelah berhasil membuka BH yang dikenakan Yuni, Arie pun membuka CD putih yang membungkus bukit kemaluan Yuni dilanjutkan menggesek-gesekkan sekenanya. Erangan panjang keluar dari mulut Yuni. “Auuu…” sambil mendekap Arie keras-keras. Melihat itu Arie semakin bersemangat. Setelah Arie berhasil membuka semua pakaian yang dikenakan Yuni, terlihat Yuni sedikit tenang iapun kembali membalikkan Yuni sehingga ia sekarang berada di atas tubuh Yuni.
Arie menghentikan pagutan bibirnya ia melanjutkan pagutannya ke bukit kemaluan Yuni yang telah terbuka dengan bebas. Dipandanginya bukit kemaluan Yuni yang kecil tapi penuh tantangan yang baru ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang kecil-kecil. Kaki Yuni direnggangkan oleh Arie. Pagutan Arie beganti pada bibir kecil kepunyaan Yuni. Pantat Yuni terangkat dengan sendirinya ketika bibir Arie mengulum bukit kemaluan kecilnya yang telah basah oleh cairan. Harum bukit kemaluan perawan membuat batang kemaluan Arie semakin ingin langsung masuk ke sarangnya tapi Arie kasihan melihat Yuni karena kemaluannya belum juga merekah. Jilatan bibir Arie yang mengenai klitoris Yuni membuat Yuni menjepit wajah Arie. Semburan panas keluar dari bibir bukit kemaluan Yuni. Yuni hanya menggeliat dan menahan rasa nikmat yang baru pertama kali didapatkanya.
Lalu Arie merasa yakin bahwa ini sudah waktunya, ditambah lagi batang kemaluannya yang sudah telalu lama menengang. Arie menarik tubuh Yuni agar pantatnya pas tepat di pinggir ranjang. Kaki Yuni menyentuh lantai dan Arie berdiri diantara kedua paha Yuni.
Melihat kondisi tubuh Yuni yang sudah tidak menggunakan apa-apa lagi ditambah dengan pemandangan bukit kemaluan Yuni yang sempit tapi basah oleh cairan yang keluar dari bibir kecilnya membuat Arie menahan nafas. Arie berdiri, dan batang kemaluannya yang besar itu diarahkan ke bukit kemaluan Yuni. Melihat itu Yuni sedikit kaget dan merasa takut Yuni menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Melihat gejala itu Arie hanya tersenyum dan ia sedikit lebih melebarkan paha Yuni sehingga klitorisnya terlihat dengan jelas. Ia menggesek-gesekkan batang kemaluannya di bibir kemaluan Yuni. Sambil menggesek-gesek batang kemaluan, Arie kembali mendekap Yuni sambil membuka tangannya yang menutupi wajahnya. Melihat Arie yang membuka tangannya, Yuni langsung merangkulnya dan mencium bibir Arie. Pagutan pun kembali terjadi, bibir Yuni dengan lahapnya terus memagut bibir Arie. Suara erangan kembali keluar lagi dari mulut Yuni. “Aduhh… Kaak…” erang Yuni sambil merangkul tubuh Arie dengan keras. Arie meraba-raba bukit kemaluan Yuni dengan batang kemaluannya setelah yakin akan lubang kemaluan Yuni, Arie mendorongnya perlahan dan ketika kepala kejantanan Arie masuk ke liang senggama Yuni. Yuni mengerang kesakitan, “Kak.. aduh sakit, Kak…”
Mendengar rintihan itu, Arie membiarkan kepala kemaluannya ada di dalam liang senggama Yuni dan Arie terus memberikan pagutannya. Kuluman bibir Yuni dan Arie pun berjalan lagi. Dada Arie yang besar terus digesek-gesekkan ke payudara Yuni yang sudah mengeras. Yuni yang menahan rasa sakit yang telah bercampur dengan rasa nikmat akhirnya mengangkat kakinya tinggi-tinggi untuk menghilangkan rasa sakit di liang senggamanya dan itu ternyata membantunya dan sekarang menjadi tambah nikmat.
Kepala kemaluan Arie yang besar baru masuk ke liang kewanitaan Yuni, tapi jepitan liang kemaluan Yuni begitu keras dirasakan oleh batang kemaluan Arie. Sambil mencium telinga kiri Yuni, Arie kembali berusaha memasukkan batang kemaluannya ke liang senggama Yuni. “Aduh.. aduh.. aduh.. Kak,” Mendengar rintihan itu Arie berkata kepada Yuni. “Kamu sakit Yuni,” bisik Arie di telinga Yuni. “Nggak tahu Kaak ini bukan seperti sakit biasa, sakit tapi nikmat..”
Mendengar penjelasan itu, Arie terus memasukkan batang kemaluannya sehingga sekarang kepala kemaluannya sudah masuk semua ke dalam liang senggama Yuni. Batang kemaluan Arie sudah masuk ke liang senggama Yuni hampir setengahnya. Batang kemaluannya sudah ditelan oleh liang kemaluan Yuni, kaki Yuni semakin diangkat dan tertumpang di punggung Arie. Tiba-tiba tubuh Yuni bergetar sambil merangkul Arie dengan kuat. “Aduhhh…” dan cairan hangat keluar dari bibir kemaluan Yuni, Arie dapat merasakan hal itu melalui kepala kemaluannya yang tertancap di bukit kemaluan Yuni. Lipatan paha Yuni telah terguyur oleh keringat yang keluar dari tubuh mereka berdua.
Mendapat guyuran air di dalam bukit kemaluan itu, Arie lalu memasukkan semua batang kemaluannya ke dalam lubang senggama Yuni. Dengan satu kali hentakan. “Preeet…” Yuni melotot menahan kesakitan yang bercampur dengan kenikmatan yang tidak mungkin didapatkan selain dengan Arie. “Auh.. auh.. auh..” suara itu keluar dari mulut kecil Yuni setelah seluruh batang kejantanan Arie berada di dalam lembah kenikmatan Yuni. “Kak, Badan Yuni sesak, sulit bernafas,” kata Yuni sambil menahan rasa nikmat yang tiada taranya. Mendengar itu lalu Arie membalikkan tubuh Yuni agar ia berada di atas Ari. Mendapatkan posisi itu Yuni seperti pasrah dan tidak melakukan gerakan apapun selain mendekap tubuh Arie sambil meraung-raung kenikmatan yang tiada taranya yang baru kali ini dirasakannya.
Yuni dan Arie terdiam kurang lebih lima menit. “Yuni, sekarang bagaimana badanmu,” kata Arie yang melihat Yuni sekarang sudah mulai menggoyang-goyangkan pantatnya dengan pelan-pelan. “Udah agak enakan Kak,” balas Yuni sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Mendapatkan serangan itu Arie langsung mengikuti gerakan goyangan itu dan goyangan Arie dari atas ke bawah.
Lipantan-lipatan kehangatan tercipta di antara selangkangan Yuni dan Arie. Sambil menggoyangkan pantatnya, mulut Yuni tetap mengaduh, “Aduhhh…” Merasakan nikmat yang telah menyebar ke seluruh badannya. Tanpa disadari sebelumnya oleh Arie. Yuni dengan ganasnya menggoyang-gonyangkan pantatnya ke samping dan ke kiri membuat Arie kewalahan ditambah lagi kuatnya jepitan bukit kemaluan Yuni yang semakin menjepit seperti tang yang sedang mencepit paku agar paku itu putus. Beberapa menit kemudian Arie memeluk badan Yuni dengan eratnya dan batang kemaluannya berusaha ditekan ke atas membuat pantat Yuni terangkat. Semburan panas pun masuk ke bukit kemaluan Yuni yang kecil itu. Mendapat semburan panas yang sangat kencang, Yuni mendesis kenikmatan sambil mengeram, “Aduhh… aduh.. Kak..”
Selang beberapa menit Arie diam sambil memeluk Yuni yang masih dengan aktif menggerak-gerakkan pantatnya ke kiri dan ke kanan dengan tempo yang sangat lambat. Setelah badannya merasa sudah agak baik, Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga sekarang tubuh Yuni berada di bawah Arie. Batang kemaluan Arie masih menancap keras di lembah kemaluan Yuni meskipun sudah mengeluarkan sperma yang banyak. Lalu kaki Yuni diangkat oleh Arie dan disilangkan di pinggul. Arie mengeluarkan batang kemaluannya yang ada di dalam liang senggama Yuni. Mendapat hal itu mata Yuni tertutup sambil membolak-balikkan kepala ke kiri dan ke kanan lalu dengan perlahan memasukkan lagi batang kemaluannya ke dalam liang senggama Yuni, turun naik batang kemaluan Arie di dalam liang perawan Yuni membuat Yuni beberapa kali mengerang dan menahan rasa sakit yang bercampur dengan nikmatnya dunia. Tarikan bukit kemaluan Yuni yang tadinya kencang pelan- pelan berkurang seiring dengan berkurangnya tenaga yang terkuras habis dan selanjutnya Arie mengerang-erang sambil memeluk tubuh Yuni dan Yuni pun sama mengeluarkan erangan yang begitu panjang, keduanya sedang mendapatkan kenikmatan yang tiada taranya.
Arie mendekap Yuni sambil menikmati semburan lahar panas dan keluarnya sperma dalam batang kemaluan Arie dan Yuni pun sama menikmati lahar panas yang ada dilembah kenikmatannya. Kurang lebih lima menit, Arie memeluk Yuni tanpa adanya gerakan begitu juga Yuni hanya memeluk Arie. Dirasakan oleh Arie bahwa batang kemaluannya mengecil di dalam liang kemaluan Yuni dan setelah merasa batang kemaluannya betul-betul mengecil Arie menjatuhkan tubuhnya di samping Yuni. Arie mencium kening Yuni. Yuni membalasnya dengan rintihan penyesalan, seharusnya Arie bertanggung jawab atas hilangnya perawan yang dimiliki Yuni.
Mendengar itu Arie hanya tersenyum karena memang selama ini Arie mendambakan istri seperti Yuni ditambah lagi ia mengetahui bila hidup dengan Yuni maka ia akan mendapatkan segalanya. Arie mengucapkan selamat bobo kepada Yuni yang langsung tertidur kecapaian dan Arie langsung keluar dari kamar Yuni setelah Arie menggunakan pakaiannya kembali.
Arie masuk ke dapur, didapatnya tantenya sedang dalam keadaan menungging mengambil sesuatu. Terlihat dengan jelas celana merah muda yang dipakai tantenya. Tante Rani dibuat kaget karena Arie langsung meraba liang kewanitaannya yang terbungkus CD merah muda sambil menegurnya. “Tante sudah pulang,” tanya Arie. Sambil melepaskan rabaan tangannya di liang kewanitaan tantenya. Lalu Arie membuka kulkas untuk mencari air putih. “Iya, Tante hanya sebentar kok. Soalnya Tante kasihan dengan burung kamu yang tadi Tante tinggalkan dalam keadaan menantang,” jawab Tante Rani sambil tersenyum. “Bagaimana sekarang Arie burungnya, sudah mendapatkan sarang yang baru ya..” Mendapat ejekan itu, Arie langsung kaget. “Ah Tante, mau cari sangkar di mana,” jawab Arie mengelak. “Arie kamu jangan mengelak, Tante tau kok.. kamu sudah mendapatkan sarang yang baru jadi kamu harus bertanggung jawab. Kalau tidak kamu akan Tante laporkan sama Oom dan kedua orang tuanmu bahwa kamu telah bermain gila bersama Yuni dan Tante.”
Mendengar itu, Arie langsung diam dan ia akan menikahi Yuni seperti yang dijanjikanya. Mendengar hal itu Tante Rani tersenyum dan memberikan kecupan yang mesra kepada Arie sambil meraba batang kemaluan Arie yang sudah tidak kuat untuk berdiri. Melihat batang kemaluan Arie yang sudah tidak kuat berdiri itu Tante Rani tersenyum. “Pasti adikku dibuatnya KO sama kamu yaa… Buktinya burung kamu tidak mau berdiri,” goda Tante Rani. “Ahh nggak Tante, biasa saja kok.”
Tante Rani meninggalkan Arie, sambil mewanti-wanti agar menikahi adiknya. Akhirnya pernikahan Yuni dengan Arie dilakukan dengan pernikahan dibawah tangan atau pernikahan secara agama tetapi dengan tanpa melalui KUA karena Yuni masih dibawah umur.

sumber www.facebook.com