Sabtu, 02 Maret 2013

Lembaran sejarah di balik nama-nama bulan

Selamat tahun baru 2010. Tahukah Anda bahwa di masa lalu tidak ada bulan Januari yang selalu kita sambut sebagai awal tahun baru? Bangsa Romawi merayakan tahun barunya pada tanggal 1 Maret! Bagaimana bisa begitu? Dan sejak kapan awal tahun baru berganti menjadi Januari? Wisata Kata di awal tahun ini membawa Anda menerawang ke masa lalu dan membuka kembali lembaran sejarah di balik nama-nama bulan.

Kalender Romawi pertama diperkirakan diperkenalkan pada tahun 738 SM oleh Romulus, pendiri Kerajaan Romawi yang legendaris. Satu tahun kalender kuno ini terdiri atas 304 hari yang dibagi menjadi 10 bulan. Setiap bulan merupakan kurun waktu dari satu bulan purnama ke bulan purnama berikutnya. Bangsa Romawi tampaknya mengabaikan atau tidak menghitung dua bulan pada musim dingin.

Tahun baru diawali dengan vernal equinox yang menandai musim semi. Vernal equinox adalah saat matahari berada di khatulistiwa, dan ini menyebabkan waktu siang hari sama panjangnya dengan waktu malam hari. Saat tersebut menurut kalender sekarang terjadi pada setiap tanggal 21 Maret. Maka, bulan pertama dalam tahun kalender Romulus ini jatuh pada bulan Maret yang kisahnya dituangkan di sini bersama kisah di balik nama bulan-bulan lainnya.

Kaisar Romawi yang kedua, Numa Pompilius (sekitar 715–673 SM) memutuskan untuk menambahkan dua bulan untuk mengisi dua bulan musim dingin yang tidak dihitung tersebut. Maka, muncullah bulan Januari dan Februari.
Perubahan Kalender.

Kalender yang lama ditentukan berdasarkan perhitungan bulan dan semakin dirasakan tidak cocok dengan masa pergantian musim. Untuk mengoreksinya, Julius Caesar, pada tahun 46 SM, mempekerjakan seorang ahli astronomi, Sosigenes, untuk meninjau kembali kalender tersebut. Sosigenes mengusulkan untuk menggunakan matahari, bukan bulan, sebagai dasar penetapan kalender. Dia juga mengusulkan adanya tahun kabisat, dan memindahkan awal tahun dari tanggal 1 Maret ke tanggal 1 Januari. Semua usul ini diterapkan pada kalender Julius yang dimulai pada tanggal 1 Januari 45 SM. Dengan adanya dua bulan tambahan yang mendahului awal kalender, maka bulan September, Oktober, November, dan Desember tidak lagi menjadi bulan ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh sebagaimana yang disiratkan oleh asal-usul namanya. Meskipun demikian, nama keempat bulan itu tetap dipakai dan tidak pernah diubah.
Januari

Pada saat lonceng berdentang dua belas kali di malam tahun baru, yang menandai peralihan dari bulan Desember ke bulan Januari, kita mengucapkan selamat tinggal kepada tahun yang silam dan menyambut kedatangan tahun yang baru. Sungguh tepat bahwa bulan yang pertama ini disebut Januari –dewa bangsa Romawi, Janus, yang namanya digunakan untuk menamai bulan pertama ini, selalu ditampilkan berwajah dua; satu menghadap ke masa lalu dan satu lagi ke masa depan. Nama January masuk ke khazanah bahasa Inggris pada abad ke-14. Sebelumnya, bulan pertama ini disebut Wulf-Monath atau “bulan-serigala” karena pada awal tahun tersebut, musim salju yang dinginnya sangat menusuk tulang menyebabkan para serigala mendatangi permukiman manusia untuk mencari makan.
Februari

Riwayat nama bulan Februari sangat menarik. Pada setiap tanggal 15 pada bulan itu, berlangsung sebuah upacara keagamaan Romawi kuno dengan memukuli para wanita mandul. Peristiwa “pemurnian” ini disebut festival Lupercalia dan diselenggarakan di dalam gua di tepi Sungai Tiber. Dua orang pemuda remaja dipilih untuk memainkan peranan utama dalam upacara tersebut. Setelah beberapa ekor kambing dikorbankan, dari kulit hewan tersebut dibuat alat sejenis pecut. Pecut ini dinamakan februa atau “alat pemurnian”, dan kalau dipukulkan kepada wanita mandul, kemandulannya diyakini akan sirna. Kedua remaja pilihan tadi berlari-lari mengelilingi kota sambil membawa pecut masing-masing, lalu memukuli semua wanita mandul yang mereka jumpai. Entah bagaimana mereka mengetahui siapa wanita yang mandul, atau mungkin juga wanita mandul sudah menjadi rahasia umum seisi kampung.

Kesaktian pecut tersebut dalam menyembuhkan kemandulan mungkin berasal dari Juno, dewi kesuburan yang sering disebut Februaria, dan dari nama sang dewilah kita memperoleh nama bulan kedua ini. Pada mulanya, Februari memiliki 29 hari, tetapi Senat Romawi mengambil satu hari untuk diberikan kepada bulan Agustus agar Agustus tidak merasa kalah oleh bulan Juli.
Maret

Seperti telah dikemukakan, bulan ketiga dalam kalender modern kita memegang peranan penting dalam penentuan awal tahun. Sebelum masa pemerintahan Julius Caesar, tahun baru Romawi diawali pada bulan Maret. Bulan ini bukan saja mengawali tahun baru, tetapi merupakan awal musim perang. Nama bulan ini berasal dari kata Prancis Lama, melalui bahasa Latin Martius, yang secara harfiah berarti “bulan Mars, sang dewa perang”.

April

Pada bulan inilah musim semi dimulai, dan bunga-bunga mulai bermekaran atau terbuka kuncupnya. Cendekiawan Romawi bernama Varro (116–27 SM) menyebut bulan ini Aprilis, diambil dari kata Latin aperio yang berarti “terbuka”. Menurut kamus Ayto, nama bulan ini berasal dari kata Yunani Aphro, kependekan dari Aphrodite , nama dewi Yunani yang melambangkan cinta.
Mei

Pada bulan inilah konon “burung berkicau merdu dan suara kura-kura bersahut-sahutan”. Sir Thomas Malory (1400–1471), penulis berkebangsaan Inggris, menyebut bulan ini “bulan penuh nafsu”. Anehnya, bulan Mei yang romantis ini justru dianggap bulan sial untuk menikah. Bangsa Romawi menolak pernikahan bulan Mei karena pada bulan inilah berlangsung festival untuk menghormati Bona Dea , dewi yang tidak pernah berhubungan intim atau bersanggama. Festival bagi kematian yang tidak menyenangkan juga berlangsung pada bulan Mei. Kata Mei berasal dari kata Latin, Maius, yang diperkirakan berasal dari kata Maia, ibunda dewa Hermes, dewa yang dikaitkan dengan perdagangan, penciptaan, dan kelicikan. Tetapi, menurut kamus Webster, Maia adalah ibu Merkurius yang berayah Jupiter.
Juni

Nama bulan ini mungkin berasal dari Junius, nama keluarga Latin yang membunuh Julius Caesar. Sejumlah cendekiawan yakin bahwa nama Juni berasal dari nama Juno, dewi pelindung kaum wanita, karena sejak awal zaman Romawi bulan ini merupakan bulan yang paling disukai untuk pernikahan. Dewi Juno adalah saudara perempuan dan juga istri Jupiter.
Juli

Nama bulan ini diusulkan oleh Mark Antony, jenderal bangsa Romawi dan kekasih Cleopatra. Semula bulan ini disebut Quintilis yang berasal dari kata sifat quintus yang secara harfiah berarti “kelima”; bulan ini memang bulan kelima bila Maret dianggap bulan pertama. Pada tahun 44 SM, Antony mengusulkan agar bulan kelahiran Caius Julius Caesar ini dinamakan Julius sebagai penghormatan kepada sang Caesar. Ironisnya, pada saat nama tersebut mulai digunakan, pada tahun itu pulalah (44 SM) Julius Caesar terbunuh. Dalam bahasa Inggris, nama bulan ini mula-mula Julie, kemudian berubah menjadi July. Orang Malaysia menyebutnya bulan Julai.
Agustus

Octavian, salah seorang kaisar Romawi (63 SM–14), adalah keponakan Julius Caesar. Dia mendambakan memiliki kemasyhuran dan kekuasaan seperti pamannya. Antara lain, dia menginginkan ada nama bulan yang didasarkan atas namanya sendiri. Hari ulang tahunnya jatuh pada bulan September, tetapi dia memilih bulan Agustus untuk menyandang namanya karena bulan ini banyak membawa keberuntungan baginya. Senat menganugerahkan gelar kebangsawanan Augustus kepadanya pada tahun 27 SM sebagai pengakuan atas jasa-jasanya bagi negara. Maka, sejak tahun 8 SM, bulan pilihan Kaisar Octavian ini dinamakan Augustus; yang dalam bahasa Indonesia disebut Agustus, dan dalam bahasa Malaysia disebut … Ogos!
September

Karena awal tahun bangsa Romawi mula-mula jatuh pada bulan Maret, maka September adalah bulan yang ketujuh. Nama September diambil dari kata Latin septem yang berarti “tujuh”. Ketika kalender berubah dan September menjadi bulan kesembilan, namanya tidak berubah.
Oktober

Pada musim inilah asap dedaunan yang terbakar memenuhi udara. Bahkan penyair Romawi, Martial, menyebut Oktober sebagai “fumosus” atau “berasap” karena masa pembakaran daun sudah tiba. Nama Oktober itu sendiri berasal dari kata Latin octo yang berarti “delapan” karena bulan ini adalah bulan kedelapan sebelum awal kalender diubah.
November

Karena Kaisar Augustus dan Julius Caesar masing-masing sudah memiliki bulan sendiri-sendiri, kaum politikus Romawi yang sangat mengagungkan kesopanan berpendapat sudah sewajarnya jika bulan November diganti namanya sesuai dengan nama Kaisar Tiberius. Tetapi, Tiberius menolaknya dan berkomentar dengan nada bercanda: “Bagaimana kalau kaisarnya ada sebelas?” Maksudnya tentulah bahwa kaisar yang ke-11 itu tidak akan kebagian bulan untuk dinamai sesuai dengan namanya. Maka, nama bulan ini pun tetap disebut November, dari kata Latin novem yang berarti “sembilan”.
Desember

Lucius Aelius Aurelius Commodus, Kaisar Romawi menjelang akhir abad kedua, bertanya kepada gundiknya, apakah dia ingin namanya diabadikan dalam kalender. Sang kaisar menginginkan nama Amazonius karena kekasihnya itu pernah dilukis sebagai Amazon. Tetapi, Senat rupanya tidak setuju dan meminta sang kaisar untuk menonton pertarungan antara para gladiator saja sehingga ia lupa akan niatnya tersebut. Maka, bulan terakhir itu tetap dinamai Desember, dari kata Latin decem yang berarti “sepuluh” karena bulan ini adalah bulan kesepuluh dalam kalender yang belum diubah.
Penutup

Dari berbagai kamus yang saya gunakan sebagai acuan, riwayat nama bulan memang bermiripan dan saling melengkapi. Yang sering membingungkan adalah tahun yang tercantum sebagai masa pemerintahan para kaisar Romawi. Selain itu, “identitas” para dewa pun simpang siur. Namun, semua kisah dalam tulisan ini memang bukan dimaksudkan untuk diperiksa satu per satu kebenarannya bukan? Sampai di sini dahulu, pembaca. Insya Allah kita jumpa lagi nanti.

Ditulis oleh Sofia Mansoor. Dimuat pertama kali untuk Berita Buku, Januari 1997. Sumber: Funk, Word Origins; Webster’s Word Histories; Ayto, Dictionary of Word Origins; dan berbagai kamus.


0 komentar:

Posting Komentar